Penulis : GJ Nawi
Dukungan anda kepada Tangtungan Indonesia akan sangat membantu kami dalam usaha pelestarian dan promosi Pencak Silat sebagai budaya warisan Indonesia. Silahkan kunjungi link berikut untuk mendukung kami : https://sociabuzz.com/tangtungan/support
Golok sangat populer di kalangan orang Betawi, hampir setiap keluarga Betawi memilikinya. Pada masyarakat Betawi keberadaan golok sangat dipengaruhi oleh kebudayaan Banten dan Jawa Barat, dimana banyak tempat menghasilkan golok-golok dengan kualitas terbaik hingga menjadi sebutan asal goloknya, seperti Golok Ciomas dan Golok Katumbiri di Banten atau Golok Cibatu di Sukabumi.
Golok juga sebagai senjata utama dalam silat Betawi, namun tidak semua jenis golok dapat dijadikan sebagai senjata di silat Betawi. Secara umum masyarakat Betawi membedakan golok ke dalam dua kategori, yaitu golok kereja dan golok simpenan. Pertama, golok kereja sering disebut golok gablongan, ada juga yang menyebutnya bendo atau golok dapur. Disebut sebagai golok dapur karena sering digunakan untuk keperluan rumah tangga dan diletakkan di dapur, umumnya dengan bentuk fisik tanpa sarung. Kedua, golok simpenan dimana jenisnya juga terbagi dua yaitu golok simpenan dan golok sorenan. Golok simpenan adalah golok yang digunakan hanya pada waktu-waktu tertentu, seperti pada perayaan hari raya Idul Adha yang gunanya untuk memotong hewan kurban (kambing, kerbau dan sapi). Golok jenis simpenan ini dirawat dengan selalu memperhatikan ketajaman mata bilahnya, diasah dengan sangat tajam sebelum dan sesudah pemotongan hewan kurban. Sedangkan golok sorenan, sesuai nama jenisnya adalah golok yang selalu diselipkan di pinggang (disoren), gunanya untuk golok tarung dalam usaha membela diri. Golok jenis sorenan inilah yang menjadi salah satu senjata utama yang digunakan dalam Silat Betawi.
Pada praktisi atau Jawara atau Jago Silat Betawi menempatkan golok sorenan sebagai senjata sakral yang tidak boleh diperlihatkan apa lagi dimain-mainkan di depan umum. Sesuai namanya, posisi golok soren harus selalu disoren atau diselipkan di pinggang yang gagang goloknya ditutupi oleh baju pakaian luar atau jas tutup. Apabila terlibat dengan masalah dengan jawara atau jago silat lain dengan dan tidak ada kata damai, maka Jawara atau Jago Betawi akan memiringkan gagang golok ke depan hingga terlihat menyembul keluar dari baju pakaian luar atau jas tutup.

Golok sorenan silat Betawi umumnya memiliki bentuk yang sederhana, dengan gagang golok yang polos tanpa ukiran berbentuk kepala hewan atau wayang sebagaimana yang ditemukan pada jenis golok-golok di Banten dan Jawa Barat. Karena bentuknya yang sederhana dengan gagang melengkung menonjol tidak jarang orang Betawi menamakan goloknya dengan “Si Jantuk.”[1]atau Hulu Jengkol.
Secara umum nama atau istilah bagian dari golok sorenan Betawi tidak berbeda dengan istilah di Banten dan Jawa Barat. Gagang golok (hilt), yaitu tangkai gagang golok sebagai pegangan, kemudian bilah (blade), yang terdiri dari mata golok atau bagian bilah yang tajam, punggung atau bagian bilah yang tumpul. Pesi atau bagian bilah yang masuk ke gagang golok, lalu selut atau gelang (ring of belt) yang mengikat antara gagang golok dan bilah, sarung atau serangka (sheat) yang terdiri atas rangkaian pengikat atau godong (sheat head), simutmeting atau bagian untuk menyelipkan tali sebagai penggantung di pinggang dan tali (rivet rope) yang mengikat serangka secara keseluruhan.

Bahan Golok Sorenan Silat Betawi
Bahan dasar gagang dan serangka golok sorenan Betawi umumnya berasal dari batang pohon tanaman keras, seperti pohon jambu, rambutan, aren atau dari tanduk dan tulang hewan. Sedangkan bilah golok terbuat dari besi baja yang umumnya diambil dari per kendaraan bermotor 0truk), plat pijakan delman dan tralis jendela rumah tua peninggalan zaman Belanda.
Ukuran Golok Sorenan Silat Betawi
Ukuran standar bilah golok sorenan untuk tarung atau silat Betawi jika diukur secara manual yakni sejengkal tiga jari atau sekitar 27-30cm. Atau bisa juga diukur dengan siku tangan yang menggunakan, karenanya ada istilah Golok Sesiku.
Pande atau Pengrajin Golok Sorenan Betawi
Walaupun golok amat populer di kalangan masyarakat Betawi, namun golok yang dianggap baik justru bukan dari daerah Betawi sendiri, tetapi buatan dari daerah lain seperti Ciomas di Banten dan Cibatu di Sukabumi.
Di Jakarta dan sekitarnya dahulu kala banyak ditemukan pande atau pengrajin golok, namun seiring perkembangan zaman dan desakan kebutuhan ekonomi membuat mereka harus tergusur dan mengalihkan profesinya menjadi pengrajin besi seperti tukang las. Sekitar tahun 60an di Pejompongan dekat Kober Belanda terdapat seorang Pande Besi yang sering membuat golok, baik golok gablongan maupun sorenan. Nama pande itu bernama Ki Buang. Tahun 1975, Ki Buang pindah domisili ke daerah Kemanggisan namun usahanya redup seiring dengan perkembangan zaman. Di daerah Pejompongan lainnya di tahun yang sama yaitu di daerah Perikanan, terdapat pande yang bernama Ki Ladeh. Tahun 1970 Ki Ladeh pindah ke Ciputat hingga meninggal disana, sayangnya usaha pande membuat goloknya tidak ada yang meneruskan. Untuk golok jenis gablongan di seputar Jakarta terdapat dua daerah pande yang cukup dikenal, yaitu daerah Pengodokan di Tangerang dan Ciseeng, Bogor.
[1] Bhs. Betawi, bentuk kening manusia yang menonjol.
Recent Comments