Dukungan anda kepada Tangtungan Indonesia akan sangat membantu kami dalam usaha pelestarian dan promosi Pencak Silat sebagai budaya warisan Indonesia. Silahkan kunjungi link berikut untuk mendukung kami : https://sociabuzz.com/tangtungan/support
Penulis ; GJ Nawi
Dalam perjalanan sejarah perjuangan bangsa, pencak silat turut ambil bagian dalam kancah perang kemerdekaan. Hal ini tidak terlepas dari campur tangan Gunseikanbu (pemerintah militer jepang) yang menguasai Indonesia dari tahun 1942-1945. Pencak silat dijadikan bagian dari propaganda Jepang dengan semangat Hakka-ichiu, yaitu menanamkan arti perang Asia Timur Raya hingga kemenangan berada di pihak Nippon. Pencak silat menjadi salah satu sarana usaha pembelaan negara yang wajib dipelajari di setiap organisasi, baik organisasi masyarakat maupun organisasi militer Indonesia, tentunya selain ilmu bela diri dan ilmu perang bangsa Jepang yang secara khusus dilaksanakan dalam sebuah wadah yang bernama Butokuden[1].
Di organisasi militer/semi militer Indonesia bentukan Jepang seperti Tentara Sukarela Pembela Tanah Air atau atau disingkat PETA yang dalam bahasa Jepang Kyoudo Bouei Giyuugun (郷土防衛義勇軍) sejak dibentuk tanggal 3 Oktober 1943, Gunseikanbu (pemerintah militer Jepang) telah menetapkan dan mewajibkan para prajuritnya untuk mempelajari pencak silat, dengan kata lain dapat dikatakan pencak silat pertama kali dijadikan sebagai ilmu bela diri militer pasukan PETA yang menjadi cikal bakal TNI (Tentara Nasional Indonesia)[2]. Pencak silat pun mengalami proses militerisasi, menjadi kurikulum wajib pendidikan militer khususnya di institusi militer Indonesia dengan sistem kedisiplinan militer ala Jepang. Tidak menutup kemungkinan dalam proses militerisasi terjadi pertukaran keilmuan antara pencak silat dan ilmu bela diri Jepang atau kebijakan pemerintah militer Jepang yang memberi pengaruh pada sistem gerak dan jurus pencak silat. Seperti yang terjadi pada pembakuan 12 jurus dasar yang disusun dalam buku Pentjak karya Soegoro dan Saksono[3].

Tidak hanya itu, ilmu bela diri pencak silat pun dipercaya menjadi bagian dari pengawalan dan pengamanan Presiden RI pertama, Soekarno. Setelah pembacaan proklamasi dan upacaranya berakhir, Bung Hatta dan pemimpin-pemimpin lainnya pulang. Muwardi sedang tinggal untuk berunding dengan Sudiro memilih 6 orang dari Barisan Pelopor yang pendekar pencak untuk menjadi Barisan Pelopor Istimewa atau Suishintai (推進体) yang bertanggung jawab atas keamanan pribadi Bung Karno yang menjadi Presiden pertama RI sesudah proklamasi kemerdekaan. Pimpinan barisan khusus itu diserahkan untuk Sumantoyo, sedang petugas lainnya ialah diantaranya Sukarto dan Tukimin. Keenam orang itu setiap kala menanggulangi segala agresi terhadap Presiden RI dengan segala kesediaan mengorbankan nyawa.

Pasca kemerdekaan proses militerisasi pencak silat masih terus berlanjut, bahkan masuk kurikulum dan menjadi bagian dari pelatihan dasar militer di Akademi Militer Yogyakarta. Pada saat Hari Ulang Tahun Akademi Militer Yogyakarta yang pertama, pencak silat menjadi atraksi yang diperagakan.
Di masa Orde Lama, tepatnya di tahun 1963 sebagai ilmu bela diri militer Indonesia, pencak silat sempat bersaing dengan ilmu bela diri Karate Shotokan yang dikenalkan oleh Master Karate dari JKA (Jaan Karate Association) Masatoshi Nakayama[4]. Bersama seorang muridnya yang bernama Sensei Keinosuke Enoeda, Nakayama mendidik Detasemen Kawal Pribadi Presiden Soekarno (Cakrabirawa) dan Kepolisian RI selama beberapa bulan. Sebelumnya terjadi erdebatan diantara elit militer di Indonesia untuk menentukan ilmu bela diri militernya, antara pencak silat yang diwakili Mustika Kwitang atau Karate Shotokan, yang akhirnya terpilih Karate Shotokan untuk menjadi ilmu bela diri militer DKP (Detasemen Kawal Pribadi) Cakrabirawa, pasukan khusus pengawal Presiden Soekarno. Sedangkan pencak silat Mustika Kwitang pimpinan Zakaria ditunjuk untuk melatih RPKAD yang akan diterjunkan ke Kalimantan dalam rangka konfrontasi Malaysia[5].
Hingga saat ini pencak silat menjadi ilmu bela diri di kalangan militer Indonesia, terlebih ketika pencak silat telah diakui sebagai warisan budaya tak benda oleh UNESCO, hanya saja tidak secara resmi menjadi Ilmu Bela Diri Militer yang secara formil ditetapkan kepada tiga matra angkatan (TNI AD, TNI AL dan TNI AU), karena untuk itu telah ditunjuk Yong Moo Do, sebuah ilmu bela diri dari Korea untuk menjadi Ilmu bela Diri Militer resminya. Semoga saja kedepan pencak silat dapat dijadikan ilmu bela diri militer resmi TNI, karena latar belakang sejarah antara pencak silat dan TNI yang tidak boleh dilupakan. Sebagaimana Bung Karno pernah berkata “JAS MERAH, Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah.”
[1] Butokuden adalah Pusat Pelatihan Budo (武道) atau ilmu bela diri Jepang.
[2] Asia Raya, 28 Februari 1945. Hlm. 2
[3] O’ong Maryono, The Militarisation of Pencak Silat during the Japanese Occupation and the Era of Revolution.
[4] Nakayama berkunjung ke Indonesia atas undangan Presiden Soekarno ketika menyaksikan pertandingan final JKA All Japan Championships ke-7 yang dijuarai Keinosuke Einoeda. Mereka diminta untuk melatih Pasukan Pengawal Presiden (Cakrabirawa) dan Kepolisian RI (Sumber Shotokan Karate Magazine, Issue 76, July 2003 Hlm. 4)
[5] Wawancara dengan Zakaria, 8 Juni 2014.
Recent Comments