Dukungan anda kepada Tangtungan Indonesia akan sangat membantu kami dalam usaha pelestarian dan promosi Pencak Silat sebagai budaya warisan Indonesia. Silahkan kunjungi link berikut untuk mendukung kami : https://sociabuzz.com/tangtungan/support
Penulis : GJ Nawi
Refleksi Perjalanan Komunitas Pencak Silat Tradisional di Indonesia
Pencak silat adalah ilmu bela diri tradisional Indonesia yang dalam perjalanan sejarahnya telah mengalami evolusi penamaan, hampir tiap daerah di Indonesia memiliki penyebutan berbeda hingga pada akhirnya melalui kongres di Yogyakarta tahun 1948 nama ilmu bela diri tradisional ini dinasionalisasi menjadi pencak silat.
Sebagai sebuah ilmu bela diri tradisional Indonesia, pencak silat atau memiliki seni keindahan gerakan dalam setiap jurusnya. Tiap-tiap daerah di Indonesia mempunyai karakter yang khas. Belakangan seni bela diri ini telah diakui oleh UNESCO sebagai warisan budaya Nusantara.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pencak silat adalah permainan (keahlian) dalam mempertahankan diri dengan kepandaian menangkis, menyerang, dan membela diri, baik dengan atau tanpa senjata. Sedangkan Tradisional adalah sikap dan cara berpikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh pada norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun-temurun. Dari kedua definisi itu dapat disimpulkan bahwa pencak silat tradisional adalah keahlian dalam mempertahankan diri dengan kepandaian menangkis, menyerang, dan membela diri dengan atau tanpa senjata yang didasari oleh sikap, cara berfikir, dan bertindak suatu masyarakat yang perkembangannnya dilakukan secara turun temurun berdasarkan cara berfikir, adat istiadat dan pola-pola tertentu dari suatu kebudayaan.
Ada empat aspek dalam pencak silat, yaitu aspek mental spiritual, aspek seni budaya, aspek bela diri, dan aspek olah raga dimana kompetisi atau pertandingan menjadi bagian dari aspek ini. Di kalangan dunia persilatan tradisional sendiri ada definisi khas yang secara garis besar menyimpulkan secara sederhana, bahwa pencak silat tradisional adalah pencak silat tanpa aspek olah raga yang punya nilai kompetisi atau dengan kata lain tidak dapat dipertandingkan, yang diselenggarakan oleh IPSI sebagai induk organisasi resmi pencak silat. Karenanya tidak sedikit aliran atau perguruan pencak silat tradisional itu secara organisasi tidak berafiliasi atau menjadi anggota IPSI.
Namun belakangan dari beberapa komunitas pelestari pencak silat tradisional memasukkan aspek olah raga/kompetisi dalam hal koreografi atau demonstrasi.
Ada beberapa perkumpulan atau komunitas yang konsern terhadap pelestarian sekaligus mewadahi kegiatan-kegiatan pencak silat tradisional, antara lain FP2STI (Forum Pecinta dan Pelestari Silat Tradisional Indonesia) yang berbasis di Jakarta dan cabang di Riau, ASTRABI (Asosiasi Silat Tradisional Betawi) yang berbasis di Jakarta, GMSB (Gerakan Moral Silat Bekasi) yang berbasis di Bekasi, MASPI (Masyarakat Pencak Silat Indonesia) yang berbasis di Bandung, dan PAS (Paseduluran Angkringan Silat) dan Tangtungan Project yang berasis di Yogyakarta. Beberapa komunitas pencak silat tradisional itu intens menyelenggarakan kegiatan mengenalkan pencak silat tradisional berupa diskusi bulanan, even pencak silat, lomba-lomba terkait pencak silat dan penerbitan buku.
Keberadaan komunitas-komunitas pencak silat tradisional ini tidak dapat dinafikan telah turut andil mengenalkan, mengangkat aliran-aliran atau perguruan pencak silat yang belum banyak dikenal bahkan oleh IPSI sendiri. Meski IPSI sebagai induk organisasi pencak silat yang memiliki departemen mengurusi pencak silat tradisional, namun keberadaan aliran-aliran pencak silat tradisional ini dirasa belum tersentuh dan dikembangkan.
Selama satu dasawarsa lebih komunitas-komunitas pencak silat tradisional ini berhasil mengangkat kembali pamor pencak silat tradisional Indonesia. Bahkan even-even yang diselenggarakan oleh komunitas pencak silat tradisional mampu menggaungkan nama pencak silat tradisional ke manca negara dan mendapat banyak apresiasi dari khalayak, seperti even Jambore Pencak dan Pencak Malioboro Festival yang diselenggarakan secara rutin oleh Tangtungan Project dan Paseduluran Angkringan Silat (PAS) di Yogyakarta, dimana di di dalamnya terdapat acara-acara terkait pelestarian pencak silat tradisional, seperti lomba dan Pencak Wisata Budaya. Atas keberhasilan even PMF yang telah diselenggarakan hingga enam kali dan terus bertambah jumlah peserta dan pengunjungnya, mengakibatkan pemerintah daerah setempat menjadikan even Pencak malioboro Festival ini agenda tahunan wisata di Yogyakarta dan melibatkan pihak Keraton di Yogyakarta dimana Sri Sultan Hamengkubuwono X selaku gubernur dan Sri Pakualam Xselaku wakil gubernur DIY mendukung penuh acara ini.

Di sisi lain, disamping keberhasilan menggaungkan pamor pencak silat tradisional Indonesia masih terdapat kekurangan yang menjadi Pekerjaan Rumah komunitas-komunitas pencak silat tradisional dalam pengelolaan pelestarian dan pengembangan, khususnya mengkordinir dan memberikan pencerahan bagi perguruan-perguruan pencak silat tradisional yang masih belum tertib secara manajemen perguruan/organisasi. Sebagai contoh, jarangnya sebuah perguruan pencak silat tradisional yang memiliki kurikulum pelajaran yang disusun dengan jenjang waktu dan metode pelajaran yang baku untuk diberikan. Terkadang perguruan pencak silat tradisional akan mengalami kebingungan ketika mendapati seorang calon murid yang umumnya dari manca negara bertanya, “Sampai berapa lama waktu dan biaya yang dibutuhkan untuk mempelajari satu jenjang pelajaran?.” Karena pada umumnya yang ditemukan di lapangan, perguruan pencak silat tradisional memiliki prinsip bahwa belajar pencak silat itu tidak ada habisnya, sampai akhir menutup mata dan dengan biaya seikhlasnya. Hal-hal semacam ini menjadi ganjalan untuk berkembangnya sebuah perguruan pencak silat tradisional, termasuk upaya mensejahterakan guru-guru pencak silat tradisional yang sebagian besar hidup dengan ekonomi yang terbatas. Kini sudah waktunya komunitas-komunitas pelestarian pencak silat tradisional memikirkan agar perguruan atau aliran pencak silat tradisional dikelola secara profesional. Untuk hal yang belakangan ini baru Tangtungan Project yang boleh dikatakan berhasil sedikit banyak meningkatkan kesejahteraan beberapa guru-guru pencak silat tradisional melalui workshop dan pelatihan di mancanegara dengan biaya yang cukup fantastis. Beerapa memiliki banyak murid di berbagai negara yang intens diselenggarakan baik online maupun offline dan dikelola secara profesional. Akhir kalam sudah waktunya pencak silat tradisional tidak lagi memiliki kesan sebagai kampungan dengan guru-gurunya yang hidup serba kekurangan, ia harus dikelola secara profesional. “Pencak silat boleh tradisional, namun manajemen harus modern.”

Recent Comments