Penulis : GJ Nawi

Mataram (Islam) adalah sebuah kerajaan besar di Tanah Jawa, kerajaan yang mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan peradaban dan kebudayaan di beberapa wilayah Nusantara. Pengaruh yang didapat ketika era kejayaan Mataram atau Mataram Eksiganda. Seperti pengaruh bahasa Jawa terhadap bahasa Sunda Priangan misalnya, atau tradisi-tradisi dan unsur-unsur budaya di beberapa wilayah Batavia en Ommelanden (Jakarta dan sekitarnya) yang dilahirkan akibat dari penyebaran agama Islam atau penyerbuan Mataram terhadap VOC BELANDA di Batavia tahun 1618-1619.

Namun dari sekian banyak unsur budaya yang ditinggalkan Kerajaan Mataram di masa lalu, hanya ilmu bela diri Pencak Silat yang sulit ditemukan. Kalaupun ada masih menimbulkan perdebatan diantara kalangan insan pencak silat, terutama yang berkecimpung di dunia kesejarahan pencak silat karena minimnya data dan catatan sejarah yang dimiliki.

Berdasar beberapa catatan sejarah, ada salah satu Pencak Gaya Mataram dari jalur Kasunanan Mangkunegaran yang kini belum sempat terungkap. Oleh sebagian praktisinya dahulu, pencak silat gaya Mataram trah Mangkunegaran ini biasa disebut dengan Pencak Solo atau Pencak Bojonegaran.

Pencak silat ini dikreasikan oleh Raden Mas Suryadi, raja kedua Kasunanan Surakarta, yaitu Sampeyandalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Pakubuwono III. Pakubuwono III dikenal sejak muda telah menguasai ilmu bela diri yang beliau pelajari dari para pendekar pencak, salah satunya dari seorang Tionghoa. Bahkan beliau berhasil merekacipta permainan Pencak Tumbak Watang yang dikuasai para pendahulunya pejuang-pejuang Mataram, seperti teknik Sergap Alas Laskar Pangeran Diponegoro ketika berhasil menyergap dan membunuh 21 pasukan Brigade Berkuda di Kaliprogo[1]. Kemudian dari Pakubuwono III permainan pencak ini diwariskan kepada cucunya yang bernama Bandara Raden Mas (B.R.M.) Sulama atau Pangeran Surya Mataram atau Pangeran Surya Mangkubumi atau Pangeran Adipati Prangwadana, atau yang lebih dikenal sebagai Kanjeng Gusti Pangeran Arya Adipati (K.G.P.A.A) Mangkunegara II, raja kedua dari Kadipaten Praja Mangkunegaran. Selanjutnya permainan pencak silat ini diturunkan Mangkunegara II kepada K.R.M.T. Bojonegoro. Ketika pencak silat ini berada di tangan KRMT Bojonegoro, pencak silat ini mengalami perkembangan dari segi teknik, kaidah maupun jurusnya. Mengingat latar belakang K.R.M.T. Bojonegoro banyak memiliki perbendaharaan keilmuan pencak silat. Secara umum karakter dan gaya Pencak Solo atau Pencak Bojonegaran yang merupakan pencak silat warisan Mataram trah Mangkunegaran antara lain, memanfaatkan tenaga musuh dalam setiap gerakan melumpuhkan lawan, kemudian yang menjadi ciri dan karakter khas lainnya adalah mengandalkan rasa atau Reflex Beweging dalam membaca pergerakan lawan.


[1] Asia Raja, 16 Januari 1945. Hlm. 2

Pencak Solo atau Pencak Bojonegaran di tahun 1945, permainan pencak silat dengan mengandalkan rasa (Reflex Beweging).

Hingga TAHUN 1945 Pencak Solo atau Pencak Bojonegaran ini terus terpelihara di kalangan Keluarga Bojonegaran oleh para penerusnya, antara lain R. M. Ng. Tjondrohamidjojo, R.M. Ng. Atmokoemoro dan R.M. Sindoeatmodjo yang menyebarkan pencak silat ini di kalangan umum dan priyayi lainnya di Gedung Societeit Habiprodjo Surakarta. Diantara muridnya yang paling terkenal adalah Mr. K.R.M.T. Wongsonegoro seorang tokoh nasional asal Surakarta yang menjadi pendiri sekaligus Ketua Umum IPSI pertama pada deklarasi IPSI DI Kota Yogyakarta tahun 1948[1].


[1] [1] Asia Raja, 25 Januari 1945. Hlm. 2

Gedung Societeit Habiprodjo, Surakarta tempat dimana Pencak Solo atau Pencak Bojonegaran disebarluaskan pada tahun 1945 (Sumber Troepenmuseum).