“Sa(r)wa lwir/a/ning teuteupaan ma telu ganggaman palain. Ganggaman di sang prabu ma : pedang, abet, pamuk, golok, peso teundeut, keris. Raksasa pinah/h/ka dewanya. Ja paranti maehan sagala. Ganggaman sang wong tani ma : kujang, baliung, patik, kored, sadap. Detya pina/h/ka dewanya, ja paranti ngala kikicapeun iinumeun. Ganggaman sang pandita ma : kala katri, peso raut, peso dongdang, pangot, pakisi,. Danawa pina/h/ka dewanya, ja itu paranti kumeureut sagala. Nya mana teluna ganggaman palain deui di sang prabu, di sang wong tani, di sang pandita. Kitu lamun urang hayang nyaho di sarean(ana), eta ma panday tanya.”
“Segala macam hasil tempaan ada tiga macam yang berbeda. Senjata sang prabu adalah : pedang, abet (pecut), pamuk, golok, peso teundeut, keris. Raksasa yang dijadikan dewanya karena digunakan untuk membunuh. Senjata orang tani adalah : kujang, baliung, patik, kored, pisau sadap. Detya yang dijadikan dewanya, karena digunakan untuk mengambil apa yang dapat dikecap dan diminum. Senjata sang pendeta adalah : kala katri, peso raut, peso dongdang, pangot, pakisi. Danawa yang dijadikan dewanya karena digunakan untuk mengerat segala sesuatu. Itulah ketiga jenis senjata yang berbeda pada sang prabu, sang petani, pada pendeta. Demikianlah bila kita ingin tahu semuanya tanyalah pada pandai besi.”
– Petikan dari naskah Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian (1518 M) –
Kujang, senjata pusaka yang menjadi simbol kearifan masyarakat Sunda. Sebuah senjata yang dimaknai sangat dalam terutama dari segi filosofisnya. Secara umum, Kujang mempunyai pengertian sebagai pusaka yang mempunyai kekuatan tertentu yang berasal dari para dewa (=Hyang), dan sebagai sebuah senjata.
Dewasa ini Kujang juga banyak digunakan sebagai sebagai lambang atau simbol dengan niali-nilai filosofis yang terkandung di dalamnya, Kujang dipakai sebagai salah satu estetika dalam beberapa lambang organisasi serta pemerintahan.
Apabila kita mencermati kutipan bait naskah Sanghyang Siksa Kanda ng Karesian diatas, kita mendapatkan bahwa pada jaman dahulu kujang adalah senjata yang digunakan oeh para petani. Kujang tidak pernah terlepas dari kehidupan sehari hari masyarakat sunda.
Lalu bagaimanakah Kujang yang dahulu adalah peralatan/senjata para petani dapat bergeser fungsi dan maknanya menjadi sebuah simbol pusaka.
[embedplusvideo height=”365″ width=”450″ standard=”http://www.youtube.com/v/nIzw3YBuVf4?fs=1″ vars=”ytid=nIzw3YBuVf4&width=450&height=365&start=&stop=&rs=w&hd=0&autoplay=0&react=1&chapters=&notes=” id=”ep8613″ /]
Recent Comments