Lebaran merupakan moment yang sangat baik untuk mempererat silaturahmi. Tahun ini saya bersama kawan-kawan dari Kandang Gorilla dan Pencak Terazam mengisinya dengan saling bersilaturahmi dan juga berkeliling sowan ke guru-guru silat maupun guru-guru beladiri lain, mempererat silaturahmi sekaligus menimba ilmu dari pengalaman guru-guru tersebut.

Di tengah suasana “demam fanatisme” di segala bidang –termasuk dalam hal keagamaan- kami dan saya khususnya berusaha mengikis fanatisme tersebut, minimal dimulai dari diri sendiri dan dari kami sendiri. Issue-issue soal fanatisme agama dan golongan sama sekali tidak berlaku untuk kami. Di malam Takbiran, saya selaku tuan rumah (Kandang Gorilla) kedatangan tamu-tamu, kawan-kawan dari berbagai agama. Beladiri menyatukan kami, lintas agama, lintas suku dan lintas golongan. Buat kami apapun agama, suku dan golongannya adalah sama-sama satu Indonesia.

Saya pribadi merayakan malam Takbiran bersama-sama dengan kawan-kawan dari latar belakang yang berbeda. Malam takbiran dirayakan dengan kumpul-kumpul bersama beberapa kawan-kawan, antara lain: Shifu Adi Pranata dari Kung fu Cakar Macan Delapan Penjuru (Wing Chun-Hokkien-Go Bi Pay ) beserta istrinya Fennyanti Chandra yang juga praktisi Wushu dari Sumatera Barat, Koh Abraham Nugroho dari Brotherhood of Wing Chun dan Casasai Arnis Eskrima, Bang Mad Khobbab pimpinan dari Sanggar Terazam (Maen Pukulan Tiga Manis Klender-Silat Bandrong-Marawis, dll), Bang Uway yang juga merupakan seniman di bidang sinematografi. Indah sekali malam Takbiran ini dirayakan bersama-sama kawan-kawan dari latar belajang agama yang berbeda, ada yang Islam, ada yang Kristen Protestan dan juga Kristen Ortodox Timur.

Hari berikutnya giliran saya bersama dengan sdr Ranoe “Beruang-Papa Bear” dari background beladiri Gulat dan Krav Maga berkunjung ke markas Sanggar Terazam pimpinan Bang Khobbab. Selanjutnya dari Markas Sanggar Terazam kami bertemu dengan Koh Abraham, menuju rumah Pak Saleh Jusuf Sungkar yang terletak di kawasan Paseban. Pak Saleh ini adalah pelatih Judo-Sambo. Mungkin untuk yang belum mengetahui, Sambo adalah Gulat Rusia yang merupakan campuran Judo dengan Gulat-gulat ala Kaukasus Rusia. Pak Saleh ini semasa mudanya adalah juara Judo Eropa, dan pengalaman malang melintang di kejuaraan Judo Eropa. Beliau juga merupakan orang Indonesia Pertama yang mendapat ijin (license) Pelatih Sambo, dan pernah mengirim anak didiknya di kejuaraan dunia Sambo di Eropa Timur.

Sambil bersilaturahmi sambil menimba ilmu dan pengalaman, demikianlah yang menjadi motivasi kami. Banyak pelajaran yang bisa kami petik dari pengalaman Pak Saleh. Kami belajar nilai-nilai sportivitas, dan dari penuturan Pak Saleh, kami juga belajar bahwa sebenarnya bangsa kita, orang-orang kita tidak kalah dari bangsa-bangsa lain di dunia ini, hanya kita ini kurang pembinaan dan kurang yang mau dibinanya. Pak Saleh mengeluhkan bahwa banyak anak-anak muda yang tidak serius menekuni dunia beladiri, mental instan mau cepat bisa, dan banyak yang malas berlatih. Yang sangat kami sesalkan adalah orang hebat seperti Pak Saleh malah lebih dihargai oleh orang-orang barat ketimbang bangsa sendiri. Banyak orang-orang ekspatriat, dengan latar belakang mantan anggota FBI, militer negara barat yang belajar dari Pak Saleh, sementara di dalam negeri sendiri kurang dihargai.

Perjalanan kami lanjutkan masih di kawasan Paseban. Dari rumah Pak Saleh, kami beranjak menuju rumah Babe Cacang Murtadho. Beliau ini adalah Guru Besar Silat Paseban Taqwa Betawi. Beliau mempelajari Silat Paseban ini dari Engkong-engkongnya sendiri, yaitu dari Kong Saleh (Mad Saleh Paseban), Kong Masnih dan juga Kong Mabu. Saat ini beliau masih berjuang melawan sakit diabetes. Syukur Alhamdulillah, kondisinya sudah jauh lebih pesat dibanding beberapa waktu lalu. Acara silaturahmi ke rumah Babe Cacang ini juga diikuti oleh sdr Eka Duyungson dari Amengan Gerak Gulung Budidaya.

Babe Cacang tidak segan-segan untuk berbagai pengalamannya semasa muda malang melintang di dunia persilatan. Beliau juga sangat senang dengan kedatangan dari Bang Mad Khobbab yang juga mewakili Maen Pukulan Tiga Manis., dikarenakan adanya hubungan baik di masa lalu antara Kong Saleh Paseban dengan Haji Darip (founder Maen Pukulan Tiga Manis Klender). Babe juga menyuruh saya untuk menyambung silaturahmi dengan keluarga dan pihak Maen Pukulan Tiga Manis Klender.

Banyak petuah yang Babe Sampaikan, Babe berharap kami yang muda-muda ini pada bersatu, jangan saling sikut, lanjutkan silaturahmi, dan supaya terus mengembangkan silat, khususnya silat Betawi. Babe ini memang pendekar yang open mind, dulu Babe pernah beberapa kali diundang oleh Tigershark Academy (sebuah Klub Mix Martial Art), Babe pun pernah jadi sesepuh yang mengalungkan medali untuk pemenang pada Kejuaraan Gulat Submission Wrestling yang diadakan oleh Tigershark Academy Jakarta.

Salah satu doktrin dari silat Paseban warisan dari engkong-engkongnya adalah “kalo ade yang mau belajar silat, yang kepengen belajar silat dan beneran niat, lu kaga boleh nolak, kudu lu ajarin, namenye orang kepengen bener belajar artinye kan die emang ade sesuatunye kenape ampe die pengen bener, kalo seumpame die kaga lu ajarin terus tiba-tiba die kenape-kenape, lu tanggung dosenye”.

Hari berikutnya saya dan Koh Abraham, sowan sekaligus ikut latihan Goshinbudo Jujutsu pimpinan Sensei Ben Haryo, di kawasan Kebon Sirih. Bersilaturahmi sekaligus menambah wawasan di bidang beladiri. Sensei Ben Haryo ini menekuni Jujutsu klasik Jepang, yang masih menekankan aspek tradisi Jepang, ini berbeda dengan Brazilian Jiujitsu. Jujutsu Jepang yang diajarkan bersumber dari Wado Ryu Jujutsu dan Dentokan Aikijutsu. Berbeda dengan Brazilian Jiujitsu yang berorientasi pada combat sport/pertandingan dan dominan dalam permainan ground fighting, jujutsu tradisional Jepang ini lebih menekankan pada aspek pengembangan diri, dan permainannya justru lebih banyak main bentuk kuncian pada posisi di atas/stand up, ada beberapa teknik permainan kuncian lemparan dengan menggunakan tenaga lawan seperti yang ada pada beladiri Aikido, beberapa gerakan memang mirip dengan Aikido.

Hari selanjutnya saya bersama-sama dengan Bang Mad Khobbab dan sdr Nopentus Tampubolon melanjutkan perjalanan silaturahmi menuju kediaman Grand Master Edward Lebe di daerah Pondok Kopi. Bapak Edward Lebe ini adalah Guru Besar Silek Baringin Sakti (Self Defense of Minangkabau-Harimau Pasaman). Di usia sepuhnya sekitar 70 tahunan, beliau masih segar bugar,masih fit, dan setiap hari meluangkan waktunya minimal satu jam untuk berlatih fisik. Benar-benar luar biasa.

Pak Edward Lebe ini sangat terkenal di luar negeri, di mancanegara banyak murid-muridnya orang bule yang membuka latihan Silek Baringin Sakti. Beberapa muridnya –terlepas apakah sang murid tadi masih mengakui GM Edward Lebe sebagai gurunya atau tidak- bahkan sudah memiliki nama besar baik di dalam maupun di luar negeri. Di rumahnya tergantung penghargaan dari berbagai organisasi beladiri dunia, penghargaan-penghargaan tersebut didominasi oleh penghargaan dari mancanegara. Ternyata orang-orang asing sangat menghargai pencak silat.

Pak Edward Lebe banyak menekankan pada pentingnya nilai-nilai nasionalisme, yang menurut beliau saat ini sudah semakin pudar rasa nasionalisme kebangsaan Indonesia. Untuk beliau, Pancasila adalah harga mati. Beliau juga bercerita pengalamannya mengajar silat di berbagai belahan dunia, termasuk ketika beliau melatih instansi militer di Rabat, Maroko. Berulang-ulang beliau berpesan kepada kami ini yang muda-muda untuk tetap kreatif dan tetap semangat mengembangkan silat. Pak Edward Lebe berpesan: “Kita ini anak sekolahan, kudu pake otak, kudu kreatif, bikin metode silat yang tersistematisasi dan mudah dicerna, masuk akal. Kalau jadi pelatih kudu kasih contoh yang baik, kudu ikut keringetan bareng anak murid, kudu mau ditendang anak murid, biar bisa merasakan kualitas tendangan anak murid didikan kita”. Ada lagi petuah beliau yang sampai saat ini selalu terngiang-ngiang di telinga dan hati saya: “Silat itu kudu gaya, kudu berkelas, termasuk di penampilannya, nih kaya gue nih kalau ngajar pakai sepatu, pakai sarung tangan, baju silat dan juga ikat kepala. Anak-anak murid juga gue suruh pake sepatu, biar keliatan gaya ga kampungan, biar anak-anak silat ga disangka ga mampu beli sepatu. Lu kalo mau gaya silakan, tuh seragam tempelin dah segala macam emblem-logo, yang penting jangan lupa dan utamakan emblem perguruan. Dan yang paling penting juga jangan Kacang Lupa sama Kulit, kudu inget dari perguruan mana asalnya dari guru mana dapat ilmunya”.

Menurut beliau kuncian seperti bagaimana juga ada di dalam pencak silat, kalau bicara masalah kelengkapan teknik, silat Indonesia ini termasuk paling lengkap, ada banyak aliran di negeri ini, ada banyak teknik. Betul-betul kaya sekali teknik-teknik yang ada di berbagai aliran silat yang ada di Indonesia.

Beliau juga berkenan menunjukan teknik memainkan Karambit/Kurambit dan menjelaskan cara memainkan tongkat pendek berdasarkan konsep silek Baringin Sakti.

Selanjutnya dari rumah Pak Edward Lebe, kami meluncur menuju rumah Babe Muhammad Nur/ Babe Nung dari Silat Betawi Sibunder, rumah beliau ada di kawasan Buaran. Babe Nung betul-betul sangat bersemangat membicarakan silat dan beliau ini memang luar biasa dalam memberikan motivasi dengan gaya bicaranya yang sangat berapi-api. Beliau menekankan supaya jangan takabur, jangan petantang petenteng, dan inget sama amar makruf nahi munkar (berbuat baik dan mencegah kemunkaran/kejahatan). Babe Nung berkata: “Namanya pesilat kudu lebih dari orang biasa, jangan jadi pengecut, tapi jangan petantang petenteng laganya kaya jagoan kandang, jangan jadi orang zalim, jangan aniaya orang yang lemah, kudu bela yang bener, kudu bersatu pada solider. Lah namanya belajar silat, jangan ada lagi rasa takut kalo berkelahi, percuma lu belajar silat klo masih ada rasa ngeper ngeliat orang badan gede atawa liat preman tatoan. Bela tuh orang yang lemah yang dizalimin orang”. Lebih lanjut beliau berpesan: “namanya latihan silat mah bonyok bengep biasa, klo lu ga mau bengep, ga mau bonyok ya belajar nari aja sono, ga usah belajar silat”. Banyak sekali petuah-petuah yang diberikan oleh Babe Nung.

Beliau juga tidak segan-segan membagi satu dua jurus. Babe Nung memperagakan dan menjelaskan mengenai teknik “maen sendi” dan “kemudi” yang ada pada silat Sibunder. Bagaimana teknik keras dilawan dengan teknik lembut, dan bagaimana mengalirkan tenaga lawan. Benar-benar silaturahmi yang menyenangkan dan menambah pengetahuan.

Selanjutnya kami melanjutkan perjalanan ke rumah Haji Uung. Beliau ini adalah anak dari haji Darip Klender. Haji Uung mewarisi permainan Maen Pukulan Tiga Manis dari Haji Darip Klender. Rumah beliau ada di kawasan Klender.

Haji Darip adalah pahlawan legendaries dari Klender, bersama-sama dengan Kyai Haji Noer Ali berjuang melawan penjajah Belanda dan Sekutu di Front Timur. Wilayah Front timur Jakarta –dari wilayah klender sampai dengan bekasi- menjadi daerah perlawanan yang paling berdarah-darah di masa itu. Berbagai laskar perlawanan rakyat tumbuh menjamur di wilayah tersebut. Haji Darip merupakan tokoh kharismatik pimpinan berbagai laskar di wilayah Front Timur.

Haji Uung selain bercerita mengenai perjuangan Haji Darip, juga bercerita mengenai konsep tendangan dari Maen Pukulan Tiga Manis. Menurut beliau, seperti pada konsep ayam jago beradu, ketika diserang ayam jago cenderung seperti mundur supaya dikejar lawannya, ketika lawannya terpancing mengejar mendekat, seketika itu juga dihajar dengan tendangan kaki ayam jago tadi. Jika banyak Silat Betawi menggunakan tendangan rendah, di aliran ini justru banyak juga teknik tendangan samping tinggi ke arah dada.

Perjalanan kami lanjutkan menuju kawasan Bekasi, arah yang pertama kami tuju adalah rumah Bang Nizam salah seorang penggiat pelestari pencak silat tradisional, dulu aktif di Forum Pecinta dan Pelestari Silat Tradisional Indonesia (FP2STI). Di rumah Bang Nizam , kami banyak berdiskusi soal sejarah silat, dan juga mengenai perkembangan silat dari masa ke masa. Selanjutnya kami bersama Bang Nizam beranjak menuju kediaman Haji Amur, salah seorang guru silat aliran Pulet dan juga Ujungan Seni Betawi (varian permainan Ujungan versi Betawi). Di daerah ini, Silat Pulet dan Ujungan (stickfighting menggunakan rotan) sudah menjadi tradisi khas kampung ini.

Haji Amur orangnya sangat terbuka, beliau tidak segan-segan membagi teknik satu dua jurus Silat Pulet dan juga membagi teknik-teknik permainan Ujungan. Beliau banyak bercerita mengenai pengalaman hidupnya, termasuk mengenai nilai-nilai keikhlasan dalam menjalani hidup dan juga keikhlasan ketika mengajar Silat dan Ujungan.

Ada kata-kata dari Haji Amur yang sangat berkesan dan terdengar kocak/lucu dan seru tapi penuh makna: “pendekar-pendekar sini mah dulu tukang berantem, lagi bersetubuh sama bini aja, klo ada lawan yang datang bikin ulah dan nantang, ya udah deh kita cabut dulu berenti main sm bini, kita ladenin dulu , ntar klo berantemnya udah kelar ya terusin lagi sama bini”.

Hari berikutnya saya dan Bang Khobbab sowan ke rumah Pak Uci di kawasan Gang Bedeng, Manggarai, Jakarta. Pak Uci adalah Guru Besar PS Pusaka Djakarta. Beliau juga aktif di Putera Betawi dan di FORMI Menurut penuturan Pak Uci, aliran silat yang diajarkan di PS Pusaka Djakarta bersumber dari permainan Gerak Cepat dari daerah Sawo Besar/Sawah Besar, Jakarta. Jurus-jurus dari Gerak Cepat Sawo Besar ini sangat atraktif dan gerakannya memang cepat, indah dan dinamis.

Di usia senjanya, usia 85 tahun, Pak Uci masih terlihat segar bugar dan tegap. Ketika ditanya apa rahasianya, beliau menjawab :”jalanin hidup aja dengan ikhlas, inget hidup itu indah, enjoy aja, jangan persulit hidup, jangan nyusahin orang lain dan jangan nyusahin diri sendiri”. Lebih lanjut Pak Uci berpesan : “ga ada yang namanya paling sakti atau orang yang paling sakti, karena yang sakti bener-bener sakti cuma Al Quran”.

Pak Uci juga banyak bercerita mengenai pengalamannya terlibat dalam berbagai produksi Film Silat sejak sekitar tahun 1958. Beliau berharap supaya bisa semakin berkembang film-film silat yang menggunakan teknik silat dalam koreografi aksinya.

Lebaran tahun ini memang sangat berkesan untuk saya, dari dunia beladiri ternyata banyak sekali nilai-nilai positif yang bisa diambil pelajaran. Sowan ke guru-guru memang sangat mencerahkan dan sangat menambah pengetahuan. Bersilaturahmi sekaligus belajar.

Biar saja di luar sana gontok-gontokan karena perbedaan agama dan keyakinan, biarkan saja di luar sana yang masih fanatik dengan aliran silat atau aliran beladirinya, menganggap alirannya paling hebat. Buat saya yang penting adalah dimulai dari lingkungan terdekat, mengembangkan nilai-nilai toleransi dan persaudaraan. Biar bagaimanapun kita ini tetap Satu Indonesia.

kunjungan lebaran kunjungan lebaran kunjungan lebaran kunjungan lebaran kunjungan lebaran kunjungan lebaran kunjungan lebaran kunjungan lebaran kunjungan lebaran kunjungan lebaran kunjungan lebaran kunjungan lebaran