Kebetulan belum lama ini saya berbincang-bincang tentang kualitas hasil latihan berbanding dengan perkembangan sebuah aliran. Kira-kira kutipannya secara garis besar adalah “Ah latihan disana sih gak asik. Silatnya jelek“.
Memiliki sebuah aliran atau perguruan yang besar dan memiliki banyak murid mungkin merupakan dambaan banyak pihak yang berkecimpung dalam dunia persilatan dimasa sekarang ini. Penerimaan anggota barupun biasanya cukup mudah, tidak seperti jaman dulu ketika mencoba berguru pada guru-guru silat tradisional yang sering kali harus lulus dahulu wawancara hingga sang guru merasa klop dengan kita atau ketika dianggap kita memiliki pemahaman tertentu untuk bisa mengikuti latihan.
Pengembangan tempat-tempat latihan barupun seringkali dipermudah sehingga jumlah tempat latihanpun bisa terus berkembang. Dilihat dari ukuran dan jumlah tentu saja perguruan akan semakin terlihat besar ketika sayapnya makin lebar dengan memiliki makin banyak tempat latihan. Tapi kondisi ini juga memiliki sebuah fenomena mengenai kualitas dari seorang pelatih.
Tidak semua perguruan memberlakukan standar khusus untuk bisa membuka sebuah tempat latihan. Kalaupun ada biasanya hanya melihat dari sudut pandang tingkatan dimana seseorang yang telah mencapai tingkat tertentu sudah bisa mulai melatih dan membuka tempat latihan.
Sayangnya melatih itu tidaklah sesederhana yang dibayangkan. Ada banyak faktor yang perlu dimiliki agar seorang pelatih memiliki kualitas yang baik dalam melakukan pembinaan. Tidak hanya dari sisi teknik tapi juga hal-hal pendukung lainnya.
Tidaklah aneh, dalam jajaran murid akan muncul 2 tipe orang yang mahir dalam keilmuan. Yang pertama adalah orang yang memiliki keahlian teknik bahkan sampai dengan mempraktekan tekniknya secara nyata, sementara yang kedua adalah orang yang mahir dalam melatih. Yang membedakan adalah kemampuan berinteraksi dengan murid, menjelaskan, menjawab pertanyaan dan lain sebagainya.
Lalu hal lain yang penting dalam melatih adalah kemampuan melihat situasi yang sedang terjadi di lapangan, memvariasikan cara memberikan latihan tanpa meninggalkan pakem yang berlaku pada aliran atau perguruannya.
Dengan memiliki pelatih yang memiliki kualitas yang baik dari segi teknik maupun hal-hal pendukung lainnya tentunya sebuah tempat latihan akan bisa menunjukan kualitas yang diharapkan oleh perguruan atau alirannya. Sehingga kejadian dimana murid yang berlatih ditanya ini latihan apa sih koq bentuknya begini juga tak bertanya-tanya, “bingung saya juga buat apaan”, sementara yang mengajar hanya bisa menjawab, “pokoknya gini”. Dari sinilah kadang muncul kata-kata, “latihan di perguruan itu sih jelek, masa latihannya begini begitu”.
Sinergi antara kemampuan pelatih dari segi teknik dan ilmu pendukung lainnya saya yakin akan membuat sebuah tempat latihan bisa menghasilkan hasil latihan yang lebih maksimal. Dengan maksimalnya latihan disebuah tempat latihan tentunya akan bisa meminimalkan juga orang-orang yang terlihat “kurang” dalam mendapatkan hasil latihan, sehingga kualitas asli dari perguruannya bisa lebih terlihat.
Mungkinkah sebuah perguruan sekarang ini memerlukan juga pelatihan tata cara melatih, teknik interaksi dan sejenisnya untuk mendukung maksimalnya kualitas sebuah tempat latihan ? Mungkin saja.
“Karena tidak ada yang jadi hebat karena nama perguruannya, yang ada mereka yang berlatih dengan hebat.“, dan untuk itu diperlukan juga pelatih yang bisa memberikan pelatihan yang sesuai dengan batas kemampuan yang berlatih.
Waah, weh :p