Kadang saya mendengar tentang organisasi militer di negara luar, misalnya seperti filipina yang mempelajari beladiri arnis sebagai beladiri utamanya. Juga berbagai kalangan militer lain di berbagai belahan dunia yang melakukan eksplorasi terhadap ilmu beladiri lokalnya dan menjadikannya beladiri militer, baik sesuai aslinya atau dengan modifikasi dengan berbagai riset dan menciptakan ilmu beladiri militernya sendiri.

Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah aliran beladiri lokal yang banyak sekali. Berbagai aliran silat atau aliran beladiri lokal lain yang tidak mau dimasukan dalam kategori silat pun banyak bertaburan dimana-mana.

Berbagai gaya dan konsep serta bentuk tersedia dan siap untuk dipilih. Tapi 1 hal yang sering kali jadi pertanyaan yang terdengar  adalah kenapa tidak dan bukan silat yang diumumkan sebagai beladiri resmi dan wajib bagi organisasi militer di indonesia. Tentara Nasional Indonesia yang dari namanya saja mengusung nama TENTARA NASIONAL INDONESIA kini menjadi Yong Moo Do, bela diri baru yang berasal dari Korea ini kabarnya resmi menjadi (BDM) Bela Diri Militer khususnya TNI AD.

Saya bukanlah pengamat militer jadi saya tidak tahu bagaimana sebuah keputusan dibuat. Tapi kadang ada 1 tanda tanya besar mengapa bukan beladiri lokal millik bangsa sendiri yang menjadi beladiri militer yang utama dan wajib dikuasai ?

Profesi Sebagai Pesilat

Satu lubang besar yang mungkin ada dalam dunia persilatan di Indonesia barangkali adalah sedikitnya profesi sebagai seorang pesilat secara profesional. Silat sebagai profesi yang sepenuhnya  mampu memberikan waktunya untuk latihan silat dan melatih silat dengan kualitas yang baik tidak hanya dari sisi keilmuan tapi kemampuannya membangun sebuah kepercayaan atas kemampuannya dalam menggunakan ilmu beladirinya.

Dunia militer bisa di pastikan memiliki jadwal latihan tersendiri yang mana bukan organisasi militer  yang harus mengikuti jadwal pelatih, tapi pelatih harus mampu menyesuaikan waktunya dengan jadwal latihan organisasi militer. Artinya sudah seperti sebuah pekerjaan tetap dengan waktu kerja tertentu yang harus di penuhi. Sebuah pekerjaan profesional, baik bagi pelatih silatnya maupun organisasi militernya.

Berapa banyak pesilat kita mampu memberikan jadwal tersebut dan berapa banyak perguruan mampu menyediakan pelatih untuk berbagai tempat yang entah ada berapa banyak di Indonesia ini dengan pelatih yang berkualitas serta memiliki kurikulum yang baik yang sesuai untuk organisasi militer ?

Kurikulum

Sudah banyak perguruan silat yang memiliki kurikulum latihan, tapi mungkin lebih banyak lagi  yang belum. Dari mereka yang sudah memiliki kurikulum, berapa banyak yang kurikulumnya cocok diterapkan dalam dunia militer ? Walaupun ada akan tetapi belum semuanya memiliki kurikulum yang cocok bagi kalangan militer.

Terlepas dari masa lalu sebuah aliran yang mungkin dulunya digunakan oleh kaum militer pada masanya, penyesuaian terhadap kurikulum yang cocok diberikan bagi organisasi militer tentunya perlu banyak penyesuaian agar sesuai dengan kebutuhannya di masa kini.  Membuat materi latihan yang tidak hanya memikirkan teknik, tapi juga persiapan fisik dan berbagai hal lain yang diperlukan dalam menguasai  teknik-teknik sebuah aliran tidaklah semudah itu. Butuh banyak perjalanan dan penyesuaian agar sepenuhnya cocok digunakan bagi kalangan militer.

Latihan silat yang sangat keras seperti masa lalu dengan penempaan fisik yang luar biasa pun belum tentu akan cocok digunakan. Karena mereka para praktisi dunia militer miliki tugas atau hal lain untuk dipelajari. Tidak mungkin setelah latihan yang membuat seluruh tangan kaki bengkak-bengkak dan sulit bergerak mereka bisa dengan nyaman meneruskan latihan yang lain, misalnya menembak. Atau latihan yang menyebabkan kaki bengkak lecet-lecet kemudian mereka bisa berlatih lari dengan sempurna. Dan tentunya masih banyak pertimbangan lain yang perlu di pikirkan agar segalanya sesuai bagi kebutuhannya dan tujuan dari latihan dapat tetap tercapai.

Walaupun kondisi tersebut terjadi, tanpa adanya perintis untuk memulai maka selamanya hal tersebut bisa terus terjadi dan silat sebagai salah satu warisan bangsa ini pun akan menjadi beladiri second opinion yang di pilih ketika ingin saja dan bukan menjadi bagian dari hak dan kewajiban untuk memiliki.

Bagaikan telur dengan ayam, butuh dukungan semua pihak agar silat dapat diterima sepenuhnya dan menjadi tuan rumah bagi dunia militer di negeri kita sendiri. Disamping tentu saja kesiapan semua pihak pula untuk dapat saling menerima.

Maka dari itu, adalah tugas berat bagi putra dan putri bangsa untuk meneruskan estafet ini dan membuatnya dapat di terima oleh semua pihak.

Silat bagi negeri ini, agar menjadi tuan rumah di negeri sendiri