Ketika itu Ara pulang dari liburannya setelah akhirnya bertemu dengan silat dari eyangnya tersebut. Dengan menggunakan kereta api dia berangkat untuk pulang ke kota Bandung. Suasana gerbong yang sepi membuat Ara dapat bebas berpindah-pindah lokasi tempat duduk. Dalam gerbong tersebut ternyata hanya terdapat 2 orang saja, Ara dan seorang bapak-bapak yang duduk seorang diri.

Iseng saja Ara pindah ke kursi yang dekat dengan bapak tersebut sambil menikmati pemandangan di sepanjang jalan. Tak lama, orang tersebut menyapa Ara dan mengajaknya berbincang.

“Dari mana ?”, kata si bapak.

“Dari Solo habis nengok eyang”, kata Ara.

Usut punya usut, orang tersebut ternyata berasal dari daerah Demak. Ara tak terlalu tahu daerah pastinya ada dimana. Dari pembicaraan yang kian berkisar ke banyak hal, akhirnya pembicaran tiba pada pembicaran tentang silat. Tak disangka ternyata sang bapak ini menguasai sebuah silat yang disebutnya sebagai “Silat Santri“.

Gerbong kosong memungkinkan sebuah arena permainan kecil dibuat dan si bapak tersebut memperlihatkan sebuah permainan silat yang sangat unik. Silat yang menggunakan posisi duduk dibawah dan hanya bergerak dalam ruang gerakan yang sempit selebar sajadah.

Dan si bapak tersebut pun bercerita, Silat ini memiliki sebuah kelebihan utama, di suasana pertarungan yang mana pijakan tidak sangat stabil seperti halnya di kereta ini silat ini bisa memasang posisi dengan enak karena menggunakan posisi duduk sebagai kuda-kudanya.

Memang ternyata terjadi, sang bapak di bergerak dengan nyaman di area gang diantara kursi penumpang kereta tersebut. Apalagi kereta waktu itu terasa cukup bergoyang ke kiri dan ke kanan sehingga Ara harus memperhitungkan timing serangan yang cukup untuk bisa mulai menyerang tanpa bergoyang, ditambah dengan kondisi dimana mereka melakukan hal tersebut di sebuah gang diantara kursi penumpang. Serangan yang memungkinkan untuk dilakukan juga makin terbatas.

Sebuah tendangan lurus disambut si bapak dengan sebuah tangkisan dan tinju ke arah betis Ara dan sebuah pukulan di sambut dengan tendangan lurus rata lantai kearah tulang keringnya yang menghasilkan kaki bengkak sebagai hadiah perkenalan.

Rumit. Silat yang unik

Tapi juga menimbulkan pertanyaan tersendiri bagi Ara. Apakah silat yang sudah dia pelajari hanya berguna untuk pertarungan di ruang yang lebih lebar ? Apakah harus di posisi pijakan yang  stabil ?

Tak kurang akal, Ara mencoba gaya tubrukan nekat dengan meloncat tinggi dan memanfaatkan pegangan pada kursi yang disambut dengan sebuah kaki yang menjulur menghajar dadanya.

Dengan ruang yang sangat terbatas ternyata benar-benar sulit untuk bisa menyarangkan serangan.

Akhirnya Ara mengaku kalah.

Sang bapak memberikan sebuah kata-kata, “Seranganmu terlalu polos”.

Tak mau kalah, Ara berargumen soal kondisi yang sempitlah, bapak badannya lebih gedelah dan segala alasan lain yang membenarkan ketidak mampuannya sekedar membuat serangannya menyentuh si bapak tadi.

Si bapak tersebut tersenyum dan berkata, “Ada banyak cara menyembunyikan serangan bahkan di depan mata lawanmu  sekalipun”.

itulah pesan terakhir si Bapak yang kemudian turun lebih dahulu dari Ara di sebuah stasiun yang disinggahi oleh kereta yang mereka tumpangi.

Ara muda yang tak pernah tertarik pada sejarah aliran, sumber keilmuan dan sejenisnya dikemudian hari menyesal karena tidak pernah mengetahui dari mana ilmu silat tersebut yang mungkin bisa dicarinya lagi untuk menggali ilmu lainnya, bahkan Ara tak pernah menanyakan nama dari si Bapak tadi. Kebodohan yang disesalinya di kemudian hari.

Sang Ara pun melanjutkan perjalanan dengan beban pikiran, “Gua kurang latihan, gua kurang latihan, gua kurang latihan”,

Kata-kata yang ditinggalkan si bapak tadi, kelak di kemudian hari di terjemahkan oleh Ara sebagai bagian filosofi silat yang sebagaian adalah “nyumput dinu ca’ang” (bersembunyi di tempat terang) dan “leleungitan” (menghilang) dan “ngaleuitkeun rasa batur” (menghilangkan rasa lawan). Dan bisa dibilang momen ini adalah suatu momen yang banyak sekali mengubah Ara dalam pola latihan dan pemahamannya akan silat.

Bersambung…………………

Berlatih di kedinginan……..