Tiba di pulau Bali, Ara meneruskan perjalanannya hingga mencapai sebuah kota yang berada di tengah pulau tersebut. Dari sana secara kebetulan Ara melihat sebuah keramaian yang ternyata adalah sekumpulan orang yang sedang mengadu ayam.

Ramai sekali orang berteriak-teriak dan entah karena apa dan karena pembicaraan yang tidak jelas, terjadi keributan diantara 2 orang yang berada disana. Entah apa yang diributkan. Perkelahian pun tak terelakan. Baku hantam, saling tukar pukulan pun terjadi. Orang-orang bersuaha memisahkan mereka tapi mereka tetap saja mengamuk.

Tapi tiba-tiba seseorang berteriak dan sekejab itu juga semua orang terdiam. Ada sedikit getaran di hati Ara mendengar suara teriakan tersebut. Dalam bahasa daerahnya orang tersebut sepertinya memisahkan mereka dan menyuruh mereka bubar.

Menilik perawakan orang tersebut yang tidak bertampang sangar dan memiliki gestur tubuh yang baik walaupun kecil, Ara sejenak berpikir, “mengapa orang-orang ini sepertinya takut dengan dia dan mengapa mendengar teriakannya serasa hati ini mengalami sesuatu”. Padahal kalau di tilik dari segi perawakannya orang ini terlihat sangat biasa sekali. Dari sedikit keingin tahuannya ini akhirnya Ara memberanikan diri untuk bertanya-tanya pada pedagang di sana. Ternyata dikatakan kalau orang ini jago berkelahi dan menguasai ilmu silat. Dalam sekejap semangat ingin tahunya bangkit. Segeralah Ara mendatangi orang tersebut.

Walaupun Ara di terima dengan ramah, tapi ternyata tidak mudah mendapatkan keterangan tentang apa silat yang dimilikinya. Budaya ketertutupan masih cukup kental disana. Hal ini justru yang semakin membuat keingin tahuan Ara meningkat karena bisa dipastikan yang seperti ini merupakan sesuatu yang cukup unik.

Sayangnya hingga saatnya harus pergi meneruskan perjalannya, Ara tidak bisa melihat apa yang ada dibalik kerahasiaannya.

Silat yang baik adalah silat yang tidak hanya menjadi gerak dari badan tapi juga dari hatinya. Sebuah petuah yang diberikan kepada Ara yang mengingatkan pada temuannya beberapa waktu lalu ketika menyaksikan perang pandan.

Ara pun segera menghabiskan air minumnya. Saatnya meneruskan perjalanan pulang telah tiba.

Sesaat setelah berpamitan, di halaman rumah orang tersebut, Ara di hentikan oleh sebuah panggilan.

“Ini, untuk oleh-olehmu”, kata orang tersebut yang lalu memasang kuda-kuda rendah lebar  dengan tangan di pasangkan di depan dan kemudian melakukan putaran 180 derajat berputar dengan yang tumpuan tidak berubah sama sekali.

Ara pun terpana melihatnya, “Bagaimana bisa ???”

Tapi orang tersebut hanya tersenyum, lalu berkata, “Seperti kereleaanmu berjalan-jalan mencari silat seperti juga gerak dalam langkah. Silahkan lanjutkan perjalanannya, semoga selamat sampai di tujuan.”.

Sebuah usiran halus Ara rasakan dan Ara pun tahu kalau dia tidak akan mendapatkan penjelasan apapun.

Sambil memberi hormat dan mengucapkan terimakasih, Ara pun mundur dan pergi melanjutkan perjalanannya menuju pulau Jawa.

Pulang.

 

ketika diri rela untuk melangkah