Alkisah seorang anak lelaki yang masih duduk dibangku sekolah dasar mulai mengenal apa itu ilmu silat. Kita sebut saja anak ini bernama Ara. Ara masih duduk dikelas 2 SD di sebuah kota di pulau Bali. Orang tua Ara bekerja sebagai seorang anggota TNI-AD dan tinggalnya pun di komplek perumahan TNI. Sehingga melihat tentara berbaris dan berlatih beladiri pun sangat sering dilihatnya. Di depan rumahnya terdapat sawah yang cukup luas dan disamping pesawahan tersebut terdapat sebuah lapangan tembak yang banyak di tumbuhi pohon kelapa.
Seperti umumnya dimasa itu, untuk anak seumur Ara, otak dan imaginasinya dipenuhi oleh berbagai film silat dan film kungfu yang sering di tontonnya. Kehebatan film silat dengan jurus-jurus yang memukau juga berbagai atraksi beladiri dari luar sering dilihatnya. Sementara di satu sisi, sesekali Ara melihat pertunjukan pencak silat, baik secara langsung ataupun di televisi yang notabene yang dilihatnya adalah permainan ibingan. Dalam pandangannya yang namanya silat adalah sebuah beladiri tarian dan keefektifannya harus dipertanyakan. Ditambah lagi pandangan ini timbul karena dia tidak pernah melihat para tentara yang ada disana berlatih silat.
Sementara di sisi lain dalam film-film kungfu yang di tontonnya semua serba hebat dan menarik. Selain itu karena dia tinggal di lingkuan keluarga militer, melihat latihan karate atau judo adalah suatu hal yang biasa. Sehingga mulailah timbul keinginannya untuk mempelajari beladiri dan yang pasti bukan silat. Dalam bayangannya dia ingin mempelajari kungfu agar bisa sehebat seperti halnya di film-film kungfu yang di tontonnya.
Tapi karena kondisi, tidak ditemukan perguruan kungfu di arena tinggalnya sehingga dia tidak bisa memenuhi mimpinya. Sebagai gantinya, dia mempelajari sedikit judo dan sepintas kungfu yang entah aliran berasal dari apa dari seorang kenalan ayahnya.
Pada masa itu, anak-anak SD seusianya sering sekali bermain berkelahi-berkelahian. Suatu hari ketika sedang bermain berkelahi-berkelahian dengan teman-temannya, ada 1 orang yang dia coba serang. Akan tetapi setiap serangannya selalu menemui tempat kosong. Bahkan dia yang selalu menjadi bulan-bulanan lawannya yang selalu bisa melangkah dengan ringan menghindari setiap serangan. Heran dengan kondisi tersebut akhirnya Ara pun bertanya apakah kawannya itu menguasai ilmu kungfu atau sejenisnya. Tidak terbayangkan kalau jawabannya adalah kawannya itu mempelajari sebuah aliran silat bernama Cimande yang dia pelajari dari bapaknya yang juga seorang anggota TNI.
Pandangannya tentang silat telah berubah. Beberapa hari kemudian, Ara mencoba bertemu dengan bapaknya untuk meminta agar dapat mempelajari silat cimande ini. Dari ayah kawannya ini melalui kemudian Ara mempelajari berbagai macam tarian. Loh… iya.. tarian. Sesuatu yang dulu dianggap Ara tidak berharga sebagai bagian dari ilmu bela diri. Ara pun sempat heran, mengapa harus belajar tari menari di ruangan yang kecil mungil tersebut.
Tapi tak lama, Ara-pun harus berpindah rumah mengikuti orang tuanya yang ditugaskan di pulau lombok, tepatnya di kota mataram.
Disana, Ara mencoba berkeliling mencari perguruan silat untuk dia bisa mempelajari silat. Tapi tidak satupun berhasil ditemukannya. Semua alamat yang berhasil dia dapat tidak membuahkan hasil. Entahlah, mungkin ketika datang sedang tidak ada latihan atau bagaimana, yang pasti selalu tempat kosong yang ditemuinya. Dan dari bertanya-tanya pada kawan-kawannya, tak satupun yang mengetahui dengan pasti tentang latihan silat karena tak seorang diantara kawan-kawan di lingkungannya mempelajari silat.
Waktu terus berlalu, Ara-pun memutuskan mempelajari beladiri lain dimana kemudian dia mempelajari judo, kungfu dan taekwondo dari anggota TNI dan tepat ketika dia masuk ke kelas 1 SMP dia mengikuti latihan kempo. Setelah agak lama berlatih, ada suatu acara dimana berbagai perguruan di undang datang, termasuk dojo kempo dimana Ara berlatih. Disanalah dia melihat ternyata cukup banyak perguruan silat yang sangat dia herankan tidak bisa dia temukan. Tapi, tak lama, hanya 6 bulan Ara berlatih kempo dan dia harus kembali berpindah rumah mengikuti tugas orang tuanya ke kota Bandung.
Kota Bandung, sebuah kota yang dalam bayangannya akan sangat mudah seharusnya menemukan silat Cimande. Dalam imajinasinya,jawa barat adalah sebuah propinsi yang di penuhi ahli silat. Sebuah aliran silat yang jadi idamannya semenjak kejadian waktu dia SD itu. Dan sejak hari pertama menginjakan kali ke kota Bandung di mulai bertanya kesana kemari tentang keberadaan silat cimande.
Sayangnya lagi-lagi tidak ada yang dapat memberikan informasi keberadaannya. Sehingga karena kebetulan di dekat komplek tempat tinggalnya terdapat latihan kempo, kembali dia berlatih kempo. Tak lama kemudian, ketika sedang berbincang dengan tetangganya, seorang kawan dari tetangganya tersebut melintas. Namanya adalah Teguh Saksono yang kemudian diperkenalkan pada Ara sebagai seorang pesilat. Dan jadilah Ara berguru pada Teguh ini yang bergabung dalam sebuah perguruan silat bernama Perguruan Silat Manderaga.
Setelah beberapa berlatih keinginannya untuk berlatih silat cimande pun mulai memudar. Berbagai petuah tentang mempelajari dengan teliti sebuah bentuk jurus membuatnya mulai mengerti makna dari sebuah latihan.
Cara Teguh dalam melatih Ara ini ternyata sangat berbeda dengan beladiri lain yang pernah dipelajarinya. Ara diperintahkan berlatih kuda-kuda untuk waktu lama. Selama 3 bulan Ara hanya disuruh melakukan kuda-kuda tengah rendah di setiap pertemuan sampai akhirnya barulah diberikan gerakan memukul ke depan.
Ara sempat terheran, mengapa dia tidak segera diajarkan jurus-jurus. Dan sempat menanyakannya. Tapi jawaban yang sederhana selalu didapatnya, “Supaya kaki kuat dulu. Nanti suatu hari kamu akan belajar artinya mampu berkuda-kuda rendah ini.”.
Latihan yang dilakukan Ara di perguruan ini membuatnya mengenal beberapa orang yang juga memberikan pelajaran silat untuknya, diantaranya Kang Gending Raspuzi, Bapak Agus Iim Suryana (pendiri perguruan silat Manderaga), Kang Asep (adik dari Pak Agus), Kang Omar Rahayu, Bapak Bekti Setiasmojo.
Suatu ketika ketika sedang diadakan ujian kenaikan tingkat di sebuah tempat di kota Lembang, Ara di perkenalkan dengan sebuah aliran bernama Sahbandar oleh adik dari Bapak Agus Iim. Dari adiknya ini Ara mempelajari 1 jurus yang kemudian dilatihnya berulang-ulang. Jurus yang pada akhirnya diketahuinya sebagai jurus ke-2 dari Sahbandar yang dipelajarinya.
Apa yang Ara dapatkan dari perguruan silat Manderaga ini adalah sebuah perkenalannya terhadap sebuah aliran silat bernama Ulin Makao yang menjadi dasar dari perguruan silat Manderaga dan juga Sahbandar.
Suatu hari, Ara berkenalan dengan seseorang yang mempelajari maenpo Adung Rais. Dari sini dengan hasil jontor di bibir dia mengenal suatu bentuk yang berbeda dalam bersilat. Sebuah permainan tipuan yang membuatnya terperangah karena bentuk yang tidak biasa dengan yang pernah dipelajarinya. Pertemuan inipun membuatnya kebingungan dengan perkataan kalau silat yang dikuasai temannya ini mengandung unsur sahbandar. Kok bisa ? Dimana sahbandarnya ? Tidak ada kemiripan sama sekali dengan sahbandar yang dipelajarinya. Pertanyaan ini membawanya kembali untuk merenung dan bertanya kesana kemari. Dari Pak Agus Iim, Ara mendapatkan cerita tentang keras lemas, rasa dan unsur lain dalam silat yang tidak pernah di sadarinya ada dalam pelajaran silat yang dipelajarinya selama ini.
Sebuah kata-kata filosofi yang diberikan dalam perguruan silat Manderaga kembali diingatkan oleh Pak Agus Iim, “kapas timbang pare dongdang pun” yang berarti, “kapas di timbang dengan pare tetap seimbang”.
Dari pak Agus Iim ini pun akhirnya Ara mendapatkan pelajaran silat Sahbandar melengkapi apa yang pernah didapat sebelumnya sebanyak 5 jurus.
Pengetahuan barunya tentang keberadaan aliran silat yang menjadi dasar dari sebuah perguruan seperti Manderaga ini menggugah minat dari Ara untuk mengenal lebih jauh sisi tradisional dari sebuah silat dan juga aliran asli dari sebuah perguruan juga makna filosofi-filosofi sehingga bisa menjadi bagian dari sebuah jurus.
Sebuah filosofi silat, “Kapas Timbang Pare Dongdang Pun”, dan teka teki dimanakah sahbandar dalam banyak jurus aliran beladiri yang ditemuinya cukup lama menghantui Ara.
Dengan bermodal jalan jurus dan 3 jurus beulitan yang dipelajarinya dari perguruan silat Manderaga yang dipelajarinya dari para gurunya dan juga dilatih langsung oleh Bapak Agus Iim yang juga mengajarkan padanya aliran Sahbandar sebanyak 5 jurus, sebuah perjalanan lain di mulai.
Bersambung……………………….
Recent Comments