Perkembangan Maenpo di wilayah Cianjur pada akhir abad XIX tentu tidak lepas dari meningkatnya geliat seni di lingkungan masyarakat Cianjur pada waktu itu. Diawali dengan lahirnya seni Tembang Cianjuran pada masa R.A.A Kusumaningrat (Dalem Pancaniti), masyarakat Cianjur perlahan mulai dijangkiti minat terhadap kegiatan seni dan budaya. Tumbuhnya kecintaan pada dunia seni perlahan tapi pasti membangkitkan daya kreativitas masyarakat untuk menciptakan kreasi baru yang disesuaikan dengan minat dan bakatnya masing-masing.
Pengaruh ini juga turut dirasakan di kalangan praktisi beladiri Cianjur. Sejak dikenalkannya Maenpo Cikalong dan Sabandar kepada masyarakat umum, banyak aliran-aliran baru yang kemudian bermunculan serta turut meramaikan khasanah Maenpo di Cianjur. Tentu hal ini tidak lepas dari peran Rd. Ibrahim dan juga Mama Sabandar yang menurunkan ilmunya disesuaikan dengan karakter pribadi masing-masing murid dan seolah hendak menyampaikan bahwa apa yang mereka sampaikan bukanlah sesuatu yang berharga mati namun masih bisa dikembangkan sesuai dengan tuntutan zaman asalkan tidak melenceng dari kaidah.
Salah satu tokoh yang kemudian mengembangkan alirannya sendiri yaitu Rd. Obing Ibrahim. Beliau berhasil meramu aliran Cikalong dan Sabandar dengan mengambil intisarinya dan menciptakan apa yang sekarang disebut sebagai aliran Suliwa.
Aliran ini memiliki ciri khas dalam memanfaatkan lintasan gerak dan perpindahan bobot tubuh untuk mengolah serangan lawan yang pada prakteknya bisa dilakukan baik dengan jalan Cikalong maupun dengan jalan Sabandar.
Penempaan melalui pola pengerasan dan pelemasan otot serta pengaturan nafas untuk meningkatkan ketajaman rasa, masih menjadi fokus utama aliran ini.
Untuk menguasai Suliwa, seorang siswa akan menjalani 2 tahapan latihan, yaitu:
1. Jurus, merupakan proses internalisasi kaidah-kaidah aliran Suliwa yang dilakukan melalui latihan pengulangan gerakan secara individu.
2. Usik, proses latihan aplikasi penerapan kaidah Suliwa yang dilakukan bersama dengan partner latihan.
Ketika menciptakan aliran ini, Rd. Obing Ibrahim membuatnya dalam 2 bentuk:
1. Jurus 5 (Diwariskan kepada putranya, Rd. Nunung Ahmad Dasuki)
2. Jurus 14 (Diwariskan kepada Rd. Mastum)
Masing-masing bentuk tersebut, mewakili karakter yang berbeda meskipun tetap memiliki kaidah yang sama.
Semasa hidup Rd. Nunung Ahmad Dasuki, aliran Suliwa sempat mengalami perkembangan di beberapa daerah seperti di Bandung dan wilayah Cianjur Selatan (Tanggeung dan Cijati).
Demikian sekilas perkenalan mengenai aliran Suliwa yang penulis ketahui. Semoga informasi ini bisa menambah wawasan dan kembali menumbuhkan minat generasi muda untuk mencintai serta melestarikan seni dan budaya Indonesia.
Recent Comments