Secara kebetulan saya terlibat dalam sebuah pembicaraan yang menarik. Yaitu tentang latihan kekuatan, kecepatan dan daya tahan terhadap rasa sakit berbanding dengan latihan silat tradisional yang bermain dengan rasa yang membutuhkan latihan yang halus dan lama untuk mendapatkannya.
Banyak beladiri sekarang ini selain mempelajari teknik-teknik beladirinya juga melatihkan latihan ekstra untuk melatih power, speed dan daya tahan terhadap rasa sakit dengan pengkodisian. Sebutlah latihan kekurangan oksigen, menahan sakit dengan pukulan-pukulan, latihan bertahan dari cekikan dan lain sebagainya. Sementara mereka yang berlatih silat tradisional banyak yang lebih melatihkan jurus untuk menemukan kekuatan dari dalam jurus dan filosofinya dibandingkan latihan kekuatan yang dilatihkan secara khusus, tapi tentunya tergantung alirannya juga.
Sekarang ini banyak yang membandingkan hasil latihannya dengan apa yang terlihat dalam pertandingan MMA. Hal itu tentu saja tidak salah karena setiap aliran bisa memiliki cara pandangnya sendiri-sendiri terhadap pola latihannya. Bila dipandang dari sudut pertandingan MMA, bentuk latihan dengan berbagai pengkondisian akan menghasilkan hasil yang lebih cepat untuk dapat digunakan, sementara berlatih rasa membutuhkan waktu yang lama dan ketekunan tersendiri jelas bukan pilihan yang cocok terutama latihan rasa yang berprinsip pada “matang bersama usia”.
Tapi manakah yang lebih baik ? Baik tidaknya, tentunya di sesuaikan dengan tujuan dan cara pandang alirannya. Jadi tidak ada yang lebih baik atau lebih buruk. Semuanya akan menghasilkan hasilnya sendiri-sendiri.
Dalam latihan silat tradisional jaman dulu benarkah tidak ada latihan yang berunsur pada pengkondisian ?
Saya ingin mengambil sedikit cerita dari Rakawira Gerak Gulung yaitu kang Awang dan juga sedikit kisah dari Babe Bambang dari Cingkrik Goning, juga yang saya alami sendiri dari latihan saya dulu.
Mereka bercerita kalau dijaman mereka latihan dulu latihan jurusnya sangat keras disamping latihan fisiknya juga yang sangat keras. Pemanasan lari ? Kita akan bicara dalam ukuran kilometer, belum lagi lari naik gunung sebagai bagian pemanasan. Juga latihan keseimbangan yang dilakukan dengan berlari diatas batu-batu disungai dan melalui kubangan lumpur sawah.
Jurus juga dipaksa untuk melakukannya berpuluh kali sebelum diijinkan beristirahat, belum lagi keharusan melakukan kuda-kuda terus menerus. Tidak hanya latihan fisik untuk meningkatkan kekuatan tapi juga latihan stamina.
Latihan kekurangan oksigen ? Sebutlah latihan khusus didalam air yang juga dilakukan oleh Gerak Gulung juga Sika, ditambah latihan beban karena harus berlatih didalam air yang tentunya akan memberikan tambahan berat pada gerakan.
Selain itu bermain jurus juga bukan berarti tidak melelahkan. Pembentukan kekuatan dan stamina yang dibangun ketika melakukan jurus juga merupakan sebuah bentuk pengkondisian. Misalnya kuda-kuda rendah yang harus dilakukan untuk waktu lama untuk membentuk tidak hanya kekuatan tapi juga stamina kaki.
Tentunya masih ada banyak sekali bentuk latihan yang umumnya dilakukan dengan memanfaatkan alam sebagai pembentuknya. Sehingga bisa dibilang yang namanya latihan dulu itu bisa memakan waktu seharian.
Menurut beberapa guru, latihan-latihan seperti yang mereka alami dulu tidak lagi dilakukan saat ini. Salah satunya karena kondisi jaman saat ini yang tidak memungkinkan seseorang mendapatkan latihan seperti itu. Waktu berlatih juga tidak bisa selama dulu lagi. Waktu latihan jauh lebih terbatas dibandingkan dulu dan juga karena saat ini kebanyakan orang berlatih dengan tujuan rekreasi dan pengetahuan walaupun masih banyak juga yang ingin mengarahkan latihannya kearah kemampuan bertempur.
“Wah kalau latihan seperti dulu yang dikasih sih bisa langsung bubar tempat latihan ini”, begitu kira-kira komentar dari salah satu guru.
Memang di satu sisi ini juga menjadi tantangan tersendiri bagi para praktisi silat untuk mem-“modernisasikan” pola latihan yang dulu didapatkan sehingga sesuai dengan kondisi saat ini tanpa menghilangkan nilai-nilai tradisinya. Sebuah tantangan yang sebenarnya agar dapat diterima di masa sekarang ini.
Tapi terlepas dari mana yang lebih baik, yang terbaik adalah latihan sebaik-baiknya saja.
artikel2nya keren mas,,
ijin menyimak
Terimakasih.
Mau ikut nyumbang artikel juga boleh loooo
Maaf OOT, sepertinya saya pernah melihat Mas Prasodjo (penulis) di grup Linux.
Memang hehe
Salam kembali :d