Dukungan anda kepada Tangtungan Indonesia akan sangat membantu kami dalam usaha pelestarian dan promosi Pencak Silat sebagai budaya warisan Indonesia. Silahkan kunjungi link berikut untuk mendukung kami : https://sociabuzz.com/tangtungan/support
Penulis : GJ Nawi
Tidak dapat diketahui dengan pasti, asal mula panahan. Menurut sebagian sumber, panahan merupakan senjata paling tua yang digunakan oleh manusia sejak 50.000 tahun lalu, bahkan lebih tua dari itu. Ahli arkeologi memperkirakan dari lukisan di gua-gua yang sudah berumur 500.000 tahun, menemukan lukisan dinding yang menggambarkan penggunaan panah oleh manusia untuk melindungi dirinya dari binatang liar, dan sebagai alat untuk mencari makan. Lukisan tersebut menggambarkan bahwa panah dipergunakan untuk berperang[1].
Di kerajaan-kerajaan Tanah Jawa panahan merupakan senjata yang paling umum digunakan oleh pasukan kerajaan. Umumnya dalam bahasa Jawa maupun bahasa Sunda disebut sebagai jemparing atau jemparingan.
Selain menjadi senjata reguler pasukan kerajaan, panahan tradisional atau jemparingan menjadi olah raga kegemaran masyarakat terutama di kalangan para bangsawan, bahkan di Yogya dan Solo permainan ini dulu hanya dilakukan oleh kamu bangsawan saja. Di Jawa Barat atau Tanah Priangan di masa lalu menjadi kegiatan yang sering dilombakan diantara kalangan menak atau Bangsawan Sunda, umumnya dilakukan di alun-alun tengah kota. Seperti yang pernah dilombakan di Tasikmalaya pada tahun 1920.
Permainan jemparingan sebetulnya adalah permainan yang sederhana, alat-alatnya mudah didapat karena bahan-bahannya mudah dicari yaitu bambu. Tempat bermain hanya memerlukan tanah lapang yang tidak membutuhkan area yang sangat luas, cukup bila memiliki panjang minimal 100m.
Pada hakikatnya permainan jemparingan itu tidak sulit, karena tidak banyak aturan yang harus dipelajari. Seperti bagaimana orang harus memegang dan melepaskan anak panahnya. Sebaliknya juga jemparingan merupakan permainan yang sulit, karena tidak ada aturan-aturan yang menjamin akan tepatnya tembakan, pun jemparingan tidak memiliki alat keker sebagaimana senapan hingga harus benar-benar konsentrasi penuh mengandalkan naluri untuk membidik.
Dalam permainan Jemparingan Gaya Priangan terdapat ketentuan dan istilah khas yang berbeda dengan permainan jemparingan di Yogya maupun Solo, antara lain:
- Panjang lapangan sekitar 60-70 meter
- Pemain jemparingan berposisi duduk sila menyamping dengan sasaran berada di sebelah kiri.
- Sasaran atau yang disebut Lesan sebesar 30x15cm digantung setinggi 2 meter, terdiri dari berbagai macam bentuk yang di bidangnya ditulis angka-angka target.
- Pemain jemparingan memiliki asisten yang berada di dekat sasaran atau Lesan, asisten itu berfungsi sebagai pemungut anak panah sekaligus pemandu jalannya arah anak panah.
- Setiap anak panah seorang pemain jemparingan memiliki nama, yang mana nama anak panah tersebut akan disebut asisten dalam memandu arah jalannya anak panah. Misalnya anak panah yang diberi nama “Mawar” dilesakkan dengan terlalu tinggi maka asisten akan memberi tahu dengan teriakan dengan bahasa Sunda “Langkung Mawar!” (Mawar terbang terlalu tinggi jalannya), jika jalannya anak panah terbang sedang makan asisten akan teriak “Angger Mawar” atau jika anak panah terbang terlalu rendah, maka asisten akan teriakan “Dasar Mawar!”. Begitu seterusnya.
[1] Yudik Prasetyo, Teknik Dasar Panahan, Thema Publishing, Yogyakarta, 2014. Hlm. 7
Recent Comments