Dalam acara Pra Jambore pencak Nusantara, 14 Februari 2015 di Plaza Ngasem Yogyakarta yang lalu, pembacaan Orasi Budaya dari seorang seniman sekaligus pesilat, Whani Darmawan, membuat  Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anis Baswedan terpana.  Beliau mengatakan bahwa dari orasi ini membuktikan bahwa para pesilat sudah menyadari sepenuhnya akan hakikat silat itu sendiri.  Orasinya seperti apa? Silahkan menikmati

 

ORASI BUDAYA

Silat sebagai Daya Hidup yang Menghidupi

Whani Darmawan

 

Selamat malam. Salam Rahayu. Bahagia sekali Tuhan mengizinkan kita berkumpul bersama di plaza ngasem dalam acara ‘Gelar Budaya Pra Jambore Pencak Nusantara 2015’ kali ini.

Saudara-saudara yang saya cintai,

Pada kesempatan kali ini saya ingin menyampaikan pemikiran saya mengenai ‘Silat yang berkaitan dengan pembangunan karakter manusia Indonesia.’

Saudara-saudara sekalian.

Label Indonesia sebagai bangsa timur yang halus budi, relijius, manusiawi dan beradab, suka kekerabatan, paham akan dialektika dan adil sudah sangat dikenal. Tetapi rupanya keagungan nilai-nilai itu kini tercemar oleh situasi dan kondisi perilaku manusia Indonesia yang telah mengalami kemerosotan nilai. Hal itu bisa kita simak dalam kasus-kasus aktual  akhir-akhir ini ; cara-cara  politik kotor, disiplin berlalu lintas, kejujuran, korupsi dan hal negative lainnya.

Berbicara tentang nilai-nilai, sesungguhnya kita punya warisan nilai budaya nusantara dalam salah satu aspek ragam kebudayaan kita, yakni pencak silat. Tidak bisakah kita mengadopsi nilai-nilai luhur dalam pencak silat untuk kita percayai sebagai patron nilai yang bisa kita terapkan dalam kehidupan kita sehari-hari? Untuk sekedar membandingkan saya akan menyebut satu referensi ; negara Sakura, Jepang, melalui Tokugawa System mempercayai empat religi yang disatukan dan dikelola melalui satu system pemerintahan. Empat religi itu adalah sinthoisme, budhisme, taoisme dan konfusianisme. Dalam empat pilar religi itu terkandung ajaran-ajaran nilai yang sangat lengkap ; keberanian, kesetiaan, kepatuhan, kejujuran, keikhlasan, keruhanian dan nilai duniawi serta hal-hal sosiologis kemasyarakatan. Semua itu, bahkan di era jepang modern kini terekspresikan dalam tatanan kehidupan sehari-hari di masyarakatnya. Tentu, bukan perjalanan yang pendek. Tetapi Jepang telah membuktikannya.

Bagaimana dengan Indonesia dengan pencak silatnya? Bisakah nilai-nilai pencak silat kita aplikasikan langsung untuk kepentingan pembangunan karakter manusia Indonesia? Mari kita lihat.

Saudara-saudara yang saya hormati,

Jumlah perguruan silat di Indonesia ini berjumlah ribuan. Dalam pergerakan ini pencak silat bisa dibagi dua kelompok ; kelompok yang bersifat terbuka dan mampu mengembangkan organisasi dan keilmuannya bahkan menembus benua Asia dan Eropa. Yang kedua adalah kelompok yang memilih sikap selektif dan meyakini gerakannya sebagai konservasi budaya ; merawat, menjaga, melestarikan dan memaknai istilah pengembangan dalam sudut pikir yang berbeda dari umumnya.

Dari dua kelompok tersebut, pemaknaan dan pencapaiannya masih bersifat verbal dan kwantitatif. Pencak silat dibangun dalam bidang prestasi dan kejuaraan, jauh dari aplikasi nilai-nilai dalam pergaulan masyarakat. Silat masih bermakna sebagai ilmu berkelahi. Banyak perguruan mengaku punya aturan, angger-angger, falsafah, pada kenyataannya hal itu tidak terimplementasi kepada murid. Bagaimana bisa kita katakan terimplementasi jika ratusan murid pencak silat terlibat tawuran antar perguruan? Bagaimana bisa kita katakan terimplementasi jika suatu kelompok silat tertentu bisa terkooptasi untuk mendukung suatu gerakan politik tertentu dan justru menjadi partisipan kekerasan? Ketika pencak silat hanya dimaknai sebagai belaraga, maka bahasannya tak jauh dari tehnik dan praktik. Lebih parah lagi praktik yang dimaksudkan adalah uji coba di lapangan alias mencari perkelahian. Nilai-nilai falsafah dalam pencak silat memang ada, hanya saja kurang maksimal menjadi sistem nilai dalam pergaulan dan tertranformasikan ke dalam suatu sistem pengajaran yang sistematik.

Saudara-saudara yang tercinta,

Macam apakah nilai-nilai idiil yang ada dalam pencak silat? Pencak silat adalah ilmu yang menyatukan antara pikir, rasa dan raga. Dengan demikian pencak silat adalah keilmuan yang sangat holistik. Pencak silat menanamkan nilai-nilai keberanian, fair play, keteguhan, kebenaran, kedisiplinan, persaudaraan dan welas asih. Keberanian diajarkan dalam pertarungan, fair play diajarkan dalam sifat kesatria ; bersifat terbuka dan konsekwen, keteguhan ada dalam makna rasa sakit, kebenaran ; berani mengaku benar apabila benar, berani meminta maaf apabila salah. Sementara kedisiplinan diajarkan dalam ketepatan dan kecepatan. Salah satu contohnya adalah ketika bencana gempa melanda Yogya pada tahun 2006. Di rumah mbah Marto guru besar perguruan silat Persatuan Hati, di wilayah Bantul, tiba-tiba berkumpul para pesilat dari berbagai perguruan dengan satu kesiapan sikap untuk membantu. Jika dalam situasi force majeur sangat mudah dilakukan, mengapa dalam situasi normal justru kita sulit berbagi? Bisakah nilai-nilai silat dipakai untuk mengembangkan perbaikan karakter manusia Indonesia? Jika hal itu benar bisa terwujud maka itulah yang bisa kita sebut ‘silat sebagai daya hidup yang menghidupi.’ Dan silat bukan sekedar menjadi ilmu berkelahi yang hanya bisa bicara dua point ; menang atau kalah.

Saudara-saudara yang saya hormati,

Agaknya kita memerlukan langkah transisional untuk menjembatani keadaan riil, menuju ke keadaan idiil dalam kancah sosial kemasyarakatan ini, dengan point bagaimana nilai-nilai pencak silat bisa dikembangkan untuk ikut membangun karakter bangsa secara nyata.

Salah satu langkah praktis nyata sebenarnya adalah

(1) memasukkan silat ke dalam kurikulum wajib atau ekskul di sekolah-sekolah dasar hingga menengah. Hanya saja perlu dicermati supaya silat tidak kembali lagi menjadi ajang prestasi, yang hanya bicara soal medali, menang-kalah dan angka-angka, tetapi juga penanaman nilai-nilai luhur pencak silat itu sendiri.

(2) kembalilah ke perguruan masing-masing. Karena sesungguhnya banyak agenda yang musti diselesaikan. Salah satunya adalah memperdalam kajian aplikatif antara filsafat nilai-nilai dan perilaku. Dalam hal ini kita sama-sama bisa mengkoreksi, apakah benar pencak silat itu ilmu yang holistik, bisa dipakai sebagai paradigma hidup yang lebih baik.

(3) Bukan hanya tarung terbuka yang selalu diujicobakan sebagai suatu alasan uji coba tehnik, melainkan dialog terbuka, baik secara internal maupun eksternal antar perguruan, supaya kita tak terjebak pada superioritas keakuan yang buntutnya hanya akan menguatkan sikap untuk menepuk dada sendiri. Jika kita mampu merumuskan tiga masalah tersurat di atas, Insya Allah kita akan menemukan aplikasi silat sebagai daya hidup yang menghidupi.

Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan,

Sebelum mengakhiri orasi ini, saya akan menandaskan persolan ini. Demikian ; semua keadaan tak akan membaik, semua impian tak akan terwujud jika tanpa kerjasama dengan semua pihak ; pesilat, perguruan, pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat. Ketika semua ambil bagian porsi masing-masing dalam rangka bekerjasama, niscaya cita-cita besar ini tidak akan bisa terwujud. Maka, marilah kita bersama-sama untuk berendah hati mau berefleksi, mau bersemangat untuk membangun diri menjadi insan Indonesia berpancasila yang lebih baik lagi, yang bisa mengaplikasikan nilai-nilai silat menjadi daya hidup yang menghidupi.

Saudara-saudara yang saya hormati dan cintai,

Saya akan menutup orasi ini dengan membacakan selarik syair yang pernah saya tulis, yang telah dilagukan oleh musisi Giwang Topo, yang berjudul ‘Silat untuk Apa.’ Begini …………..

 

Untuk apa silat/ untuk mengolah kekuatan raga/ kuat untuk apa/ untuk berbagi kepada sesama

Untuk apa silat/ Untuk mengolah ketajaman rasa/ rasa untuk apa/ untuk membangun tepa selira

Untuk apa silat/ untuk menanamkan keberanian/ berani untuk apa/ untuk mengutamakan moral

Silat nusantara/ untuk indonesia/ silat nusantara/ tuk bangun jiwa manusia

 

Selamat malam. Semoga berkah Allah melimpah dalam kehidupan kita sekalian. Rahayu.

 

Omahkebon, 2015,

Whani Darmawan

 

http://www.tempo.co/read/news/2015/02/15/078642625/Menteri-Anies-Kepincut-Orasi-Whani-Darmawan-Soal-Silat