Begitu banyak aliran silat yang ada di bumi nusantara ini. Dari yang telah terlihat membuka diri hingga yang masih bersembunyi di balik bayangan. Dari yang telah mendokumentasikan teknik-tekniknya dan mempublikasikannya dengan menggunakan media yang kian canggih, seperti mengupload permainan jurus-jurusnya ke youtube, hingga yang memproklamirkan kerahasiaan dari setiap gerakannya sehingga jangankan membuat dokumentasi, menyebut-nyebutnya saja diluar kalangan mereka sudah diharamkan.
Tapi di jaman sekarang ini, kian hari kian sulit menemukan seseorang yang berminat untuk mempelajari silat tradisional secara mendalam. Diantara yang sudah membuka diripun tidak semua memiliki murid atau hanya memiliki murid yang aktif berlatih hanya 2 orang saja. Tapi disisi lain ada juga aliran yang memiliki ratusan murid.
Padahal dengan ketidak adaan murid yang mempelajarinya sebuah aliran bisa saja punah. Salah satunya dari pengalaman saya, saya temukan beberapa bulan lalu ketika berkunjung ke rumah seorang pesilat tua yang tidak memiliki murid di sebuah desa di wilayah pegunungan jawa tengah. Kedatangan saya tersebut disambut dengan kisah telah berpulangnya sang pendekar tua tersebut beberapa bulan sebelum kunjungan saya. Dan menurut cerita para cucunya, tidak ada penerus yang berminat mempelajarinya. Seandainya aliran tersebuh hanya dimiliki oleh bapak tadi, ini berarti punahnya salah satu harta negeri ini. Alangkah sayangnya bila hal itu terjadi.
Ini sebuah cerita lain yang ingin saya bagi dengan pembaca sekalian sehubungan dengan ketertutupan sebuah aliran silat.
Ceritanya saya ingin menuliskan tentang sebuah aliran silat yang bisa dibilang langka di site ini. Lalu suatu hari saya menyempatkan diri untuk ber-silaturahmi dan syukurnya saya di terima dengan baik. Dari perbincangan panjang yang penuh bujuk rayu, akhirnya dapatlah saya mendengar sebuah kisah yang sangat menarik mengenai aliran tersebut. Tentang tokoh penciptanya, tentang tokoh-tokoh yang ada di masa lalu, tentang kehebatan aliran tersebut dan lain sebagainya.
Sebuah perbincangan yang sangat menarik yang ditemani beberapa gelas kopi dan juga gorengan.
Sepanjang pembicaraan saya membayangkan kira-kira apa ya pendapat teman-teman yang membaca cerita tersebut ? Mungkinkah akan ada yang langsung menyerbu sang guru untuk juga bersilahturahmi atau bahkan berguru, menambah wawasan, saling berbagi dan lain sebagainya.
Sayangnya akhir dari cerita yang luar biasa menarik tadi adalah sebuah kalimat yang berbunyi, “Tolong cerita tadi jangan di sebarkan kemana-mana ya, juga nama aliran ini. Ini rahasia !!!“.
Akhir kata, diakhir silahturahmi yang mencerahkan tersebut, saya pulang dengan kepala nyut-nyutan karena ada lagi rahasia yang harus saya pegang.
Hidup ini memang berat jendral…. (curcol).
*hick
Saya percaya, dari sisi keilmuan, dengan berbagi kita tidak akan kehilangan, justru malah dapat menambahkan pengetahuan kita. Tentunya memang ada teknik yang diperuntukan bagi mereka dengan tingkat kemampuan tertentu.
Dapatkah suatu hari, aliran-aliran yang masih bersembunyi dibalik bayangan ini membuka diri agar makin terlihat kekayaan budaya negeri ini dan tidak sampai terjadi kepunahan ? Saya membayangkan, alangkah senangnya bisa melihat berbagai teknik dari berbagai aliran yang masih tersembunyi dibalik bayangan.
Cerita diatas memang sering terjadi di “nusantara” ini krn turunan… Buyut sampai cucu semua sama paswordnya ketika ilmu di terima yaitu jagan bilang2, jagan di pamerkan, jagan sembarang di ajarkan dll… Salah..? Tentu saja tidak tetapi ada yg tidak tepat larang2 dr leluhur sebenernya tidak bermaksud mencegah berkembangya suatu keilamuan tetapi lebih pada penyebaran keilmuan yg tepat dan amanah… Spt tulisan di atas saat ini generasi muda sdh banyak yg kurang menyukai warisan leluhur ini… Sungguh sangat sulit mencarai ” pewaris yg amanah” yg mampu menerima keilmuan secara benar, komplit, mampu menjaga dan melestarikan dgn benar… Banyak kita lihat orang belajar silat br separoh sudah mendirikan perguruan, bikin sempalan dll kejadian ini tidak kalah memperhatinkan… Dgn kearifan dan kewaskitaan seorang guru tidak mengajarkan keilmuan merupakan piihan yg paling sulit tetapi hour di jalani krn kesalahan dlm pewarisan keilmuan …adalah tanggung jawab para guru di hadapan leluhur, dan Allah SWT… Saya pribadi termasuk yg menyayagkan andaikata sebuah aliran punah krn tidak adanya “pewaris yg amanah”… Tetapi saya menhormati pilihan dan saya berusaha mengerti pilihan para guru/leluhur tersebut….
Memang sebuah dilema mas Dimas.
Saya juga sempat bertemu dengan seorang guru yang memiliki jurus akhir yang “disimpan” bagi murid “terpilih”.
Dan menurut beliau bila sampai akhir hayat, bila tetap tidak di temukan, maka ilmu tersebut akan dibawanya ke akhir hayatnya.
Disatu sisi saya paham sepenuhnya tapi disisi lain saya berkeinginan agar jangan sampai semua itu hilang tenggelam.
Minimal kisah-kisah tentang hal itu.
Dari pengalaman saya terkadang hingga ke hal nama aliran ataupun nama tokohpun harus di rahasiakan.
Padahal disatu sisi saya terkadang penasaran karena misalnya, bertemu 2 aliran yang sama-sama aliran lama, dari pulau yang berbeda, tetapi memiliki jurus yang sangat mirip. Tapi tidak diijinkan untuk memperbandingkannya.
Ya semoga saja harta warisan ini tidak punah dan bisa dinikmati oleh anak cucu kelak.
saya sendiri ppernah diusir oleh pesilat suro yang sombong m saleh
saya termasuk yg mengalami ke dua dunia tersebut: d tempat yg satu tertutup n pilih2..d tempat satunya lagi terbuka…asala serius belajarnya..tapi spt Mas Dimas juga< sy harus menghormati ke duanya…
Memang antara terbuka dan tertutup dua2nya mempunyai alasan, seperti dalam aliran Maenpo Cikalong dulunya tertutup mempunyai alasan begitu pula sekarang terbuka mempunyai alasan pula.
Saya disini berpendapat bahwa alasan itu diberi nama “Paradigma”.
Alasan sesepuh dulu tertutup karena mempunyai 2 (dua) paradigma kekhawatiran dan sementara sesepuh sekarangpun terbuka mempunyai 2 (dua) kekhawatiran.
Paradigma dulu tertutup alasannya :
1. Jaman itu kan jaman penjajahan, tahu sendiri jika ada kelompok2 atau ada pelatihan silat tentu kalau sampai ketahuan penjajah, akan selalu diawasi bahkan bisa ditangkap karena dianggap akan melawan penjajah.
Jadi ada kekhawatiran ditangkap penjajah.
2. Kalau terbuka kekawatiran ilmu ini akan dipelajari oleh siapa saja, sehingga khawatir dimiliki oleh orang yang tidak berhak, artinya orang yang memanfaatkan ilmu ini untuk kejahatan.
Paradigma sekarang terbuka alasannya :
1. Dengan masuknya ilmu beladiri dari luar (import), jelas dikhawatirkan silat kita akan tergeser dan tenggelam sehingga minat generasi muda kita lebih tertarik thd beladiri luar, dgn kata lain sudah tidak masuk kedalam peribahasa lagi……menjadi tuan dirumahnya sendiri.
2. Karena ketertutupan, tidak adanya regenerasi artinya tidak ada pelatihan tentu tidak ada peng estapetan ilmu, shg kekwatiran keilmuan itu menjadi punah (tumpur)….siapa yang bertanggung jawab, siapa yang salah ?
Siapa yang kehilangan ilmu ? keluarga, tetangga, kampung, daerah, negara begitu dunia akan kehilangan.
Nah silahkan anda berpikir memilih paradigma mana yang lebih baik.
kalau dibuat seperti copy right lagu gimana om?…mungkin IPSI bisa menjadi sumber database seluruh aliran/perguruan yang ada. terus, kalau ada jumlah maksimal jurus yang sama, atau lebih dari berapa partitur..brarti jiplakan..tinggal diatur penyelesaiannya.
selain itu, tiap aliran bisa juga mendoktrin muridnya untuk menjaga kemurnian ilmu & tidak mendirikan perguruan baru…tapi susah juga kali ya…menghadapi ego manusia super seiya…
wah.. kalo saya sih gak setuju om kalo dibuat begitu. karena jadinya akan seperti paten. malah akan menghalangi kreatifitas.
tapi kalau sumber database sih mungkin seharusnya bisa. hanya saja itu tergantung mereka sendiri.